PEMIKIRAN ABU BAKAR AS-SHIDDIQ

Oleh: Krisnanda

PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang
      Abu Bakar lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat di Mekah. Abu Bakar adalah nama gelar  sedang nama aslinya Abdullah ibn Abu Kuhafah, lalu ia mendapat gelar as-shiddiq setelah masuk agama Islam. Semenjak masa kanak-kanak, ia adalah sosok pribadi yang terkenal jujur, tulus, penyayang, dan suka beramal, sehingga masyarakat Mekah menaruh hormat kepadanya. Ia selalu berusaha berbuat yang terbaik untuk menolong fakir miskin.
      Abu  Bakar adalah sahabat yang terpercaya dan dikagumi oleh Rasulullah. Ia pemuda yang pertama kali menerima seruan Rasulullah tanpa banyak pertimbangan. Seluruh kehidupannya dicurahkan untuk perjuangan suci membela dakwah Nabi Muhammad, sehingga ia lebih dicintai oleh Rasulullah dari pada sahabat lainya. Demikian juga Rasulullah sangat menyayanginya sehingga Rasulullah menunjuknya sebagai imam shalat pengganti Nabi Muhammad. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, ia yang menyertainya, dan selalu aktif dalam perjuangan selama di Madinah. Ketika Rasulullah memerlukan dana untuk membangun mesjid di Madinah dan untuk perlengkapan ekspedisi ke Tabuk, Abu Bakar menyumbangkan seluruh kekayaannya. Ia turut hampir seluruh peperangan dan turut pula dalam perjanjian Hudaibiah. Kedekatan Abu Bakar dengan Rasulullah dalam perjuangan Islam ibarat Rasulullah dengan bayangannya.


            Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Shiddiq diangkat menjadi khalifah untuk menggantikan Rasulullah dalam menlanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintah. Abu Bakar diberi gelar oleh para sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the prophet Muhammad (Abu Bakar adalah penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).
B.    Rumusan Masalah
1.     Siapakah Abu Bakar Shiddiq?
2.     Bagaimana cara pemilihan Abu Bakar?
3.     Bagaimana Abu Bakar mengatasi masalah dalam negeri?
4. Mengapa Abu Bakar di beri gelar sebagai penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW?
C.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui sejarah mengenai Abu Bakar Shiddiq.
2.     Untuk mengetahui bagaimana Abu Bakar terpilih sebagai khaifah.
3.     Untuk mengetahui bagaimana Abu Bakar mengatasi masalah-masalah dalam negri.
4.     Untuk mengetahui keistimewaan Abu Bakar dalam membela Islam.
PEMBAHASAN
A.    Abu Bakar Shiddiq
      Abu Bakar Shiddiq adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah at-Tamimi. Ia berasal dari kabilah Taim bin Murrah bin Ka`ab. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan. Pada zaman pra-Islam ia bernama Abu Ka`bah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Abdullah. Abu Bakar lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan pada bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Rasulullah SAW 3 tahun. Ia diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena ia salah seorang yang pertama kali mendengar seruan Islam. Tanpa ragu-ragu membenarkan kalimat “Asyhadu alla ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, pengorbanannya yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, telah banyak ia lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi dalam berdakwah, sebagaimana pembelaannya terhadap kaum Muslim.


      Kepentingan Rasulullah SAW lebih diutamakan dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dalam segala situasi, ia selalu mendampingi perjuangan Rasulullah SAW. Kesempurnaan akhlaknya berpadu erat dengan kekuatan imannya.
      Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar Shiddiq diangkat menjadi khalifah untuk menggantikan Rasulullah SAW dalam melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. 
B.    Pemilihan Abu Bakar Shiddiq
      Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Kaum Anshar merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang Khalifah[1] yang akan mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah. Sebab jika tidak, maka Madinah akan berada dalam ancaman.
      Kaum Anshar mengira bahwa setelah wafatnya Rasulullah SAW, Kaum Muhajirin akan kembali ke Mekah. Maka, mereka segera berkumpul di Tsaqifah Bani Sa`idah dan melakukan musyawarah di antara mereka. Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk memilih Sa`ad ibn `Ubada dari suku Khazraj (Karim, 2007: 79). Kemudian mereka melantiknya sebagai khalifah.
      Ketika para sahabat sedang sibuk dalam pengurusan Jenazah Rasulullah SAW, tiba-tiba Abu Bakar, Umar, dan Zubair meninggalkan tempat duka menuju ke Tsaqifah Bani Sa`idah, di mana Kaum Anshar telah berkumpul.  Kemudian Abu Bakar berpidato di hadapan para sahabat yang ada di sana dengan alasan hadist Nabi: al-Ayimmatu min Quraisy (kepemimpinan dalam Islam adalah dari kalangan Quraisy). Akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai Khalifah al-Rasul (pengganti Rasul) yang kemudian dibaiat oleh semua penduduk secara umum. Abu Bakar menyatakan pidatonya, “Taatlah kalian kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah kalian. Jika aku bermaksiat, maka tidak wajib kalian taat kepadaku”.
      Proses pemilihan Abu Bakar sebagai kalifah pertama menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu.  Di kalangan suku-suku Arab, kepemimpinan mereka didasarkan pada sistem pemilihan atas dasar senioritas dan prestasi mereka, tidak diwariskan secara turun-temurun. Setelah proses pemilihan selesai, dengan hasil kesepakatan menetapkan Abu Bakar sebagai khalifah. Selanjutnya Abu Bakar dalam pidato pelantikannya berkata, “Saya bukanlah orang terbaik di antara kamu sekali, oleh karena itu saya sangat menghargai dan mengharapkan saran dan pertolongan kalian semua. Menyampaikan kebenaran kepada seseorang yang terpilih sebagai penguasa adalah kesetiaan yang sebenar-benarnya; menyembunyikan kebenaran adalah suatu kemunafikan. Orang yang kuat maupun orang yang lemah adalah sama kedudukanya, dan saya akan memperlakukan kalian semua secara adil. Jika aku bertindak dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, taatilah aku, tetapi jika aku mengabaikan ketentuan Allah dan Rasulnya, tidaklah layak kalian mentaatiku (Ali, 1996: 91).


      Pidato yang disampaikan Abu Bakar saat pelantikannya tersebut berisi prinsip-prinsip kekuasaan demokratis, dan bukanlah kekuasaan yang bersifat otokratis. Seorang khalifah wajib menjalankan pemerintahan sesuai dengan Islam.
C.    Abu Bakar Mengatasi Masalah dalam Negeri
      Priode Abu Bakar pada 632-634 M, sangat singkat hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat  mengenai persoalan pengganti Nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam. Seperti ekspedisi ke luar negeri (kirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam), menghadapi para pembangkang  terhadap negara dengan tidak mau bayar pajak (zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu. Kalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah (termasuk Usama ditugaskan ke Syam) dengan 12 bataliyon juga yang masing-masing  dikepalai seorang jenderal. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah Jazirah Arab guna memanfaatkan sumber daya manusia yang besar dan menganggur. Ali ditugasi untuk mengamankan kota Madinah yang keamanannya sangat parah. Ia menunaikan tugasnya dengan baik dan hal ini adalah jawaban, bahwa meskipun ia terlambat membai`at hampir “enam” bulan setelah wafatnya Nabi,  karena mennghormati perasaan/jiwa istrinya, Fatimah binti Muhammad, namun ia tetap mendukung kebijaksanaan pemerintah Abu Bakar sebagai khalifah yang sah.
      Nabi wafat pada 12 Rabi` al-Awal 10 H bertepatan dengan 08 Juni 632 M di Madinah. Ia memang membentuk suatu ummah (konfedarasi), akan tetapi untuk menjalankannya Nabi tidak meninggalkan wasiat, pesan atau menunjuk siapa di antara sahabatnya bakal menjadi khalifah. Pemikiran (persoalan) politik yang pertama muncul dalam Islam setelah wafatnya Nabi bukan masalah teologi. Di satu sisi, Nabi tidak meninggalkan putra laki-laki dan di sisi lain tidak menunjuk siapa pengganti atau  imam kaum Muslim setelah ia wafat. Oleh karena itu, persoalan tersebut menjadi rumit dan hampir memecah belah kaum Muslim secara khusus dan ummah secara umum yang baru saja dibentuk Nabi setelah hijra ke Yastrib. Orang Anshar berkumpul di Bali Tsaqifah Bani Sa`idah guna memecahkan persoalan imamah tersebut. Kemudian suku Khazraj mengusulkan, Sa`ad ibn `Ubadah sebagai khalifah. Mereka beranggappan, bahwa orang Anshar lah yang banyak menolong Nabi dan kaum Muhajir saat hijrah ke Madinahh, sebabitulah Islam cepat sekali diterima dan tersebar.
      Kaum Muhajir beranggapan, bahwa merekalah yang paling berhak untuk memangku jabatan kekhalifahan, sebab pengorbanan mereka besar sekali, di mana mereka tinggalkan sanak keluarga dan tanah tumpa dara (Mekah). Mendengar berita itu Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah segera muncul di Balai Tsaqifah tersebut. Tiga orang tokoh penting  sahabat Nabi tersebut yang menentukan masa depan Islam. Abu Bakar berpidato, agar masing-masing pihak utamakan tentang Islam yang baru lahir yang di tinggal Nabi, jangan sampai bercerai-berai dan hancur. Akhirnya, muncul pemikiran/usulan baru, bahwa dari masing-masing (Anshar dan Muhajir) pihak dipilih satu orang imam/khalifah, jadi dua orang kepala negara dalam satu negara. Abu Bakar mengeluarkan argumen berdasarkan hadist Nabi tersebut, maka gugurlah tuntutan Anshar tentang calon khalifah dari kalangan mereka. Mengurangi tentang pemilihan khalifah pertama dalam Islam, terdapat dua hal pokok, yaitu senioritas dan keunggulan suku Quraisy atas suku-suku lain zaman pra-Nabi, syarat utama menjadi anggota al-Mala` (DPR) dan Nadi al-Qoum adalah minimal usia 40 tahun, apalagi bagi kepala suku/kepala negara.
      Sistem ini diambil Nabi dalam pemerintahan di mana para anggota yang duduk di Maslis Syura`, kesemuanya berusaia di atas 40 tahun. Akhirnya Umar berdiri dan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah dengan alasan yang utama adalah senioritas dan berasala dari suku Quraisy. Dengan demikian, desasidesus dan kemunngkinan akan klaim tentang jabatan kekhalifahan oleh Ali sebagai khalifah otomatis gugur. Hal ini dapat dipahami: Ali tidak hadir karena belum memenuhi syarat mutlah (minimal usia 40 tahun) (Karim, 2012: 81).
      Pada awal pemerintahannya, para sahabat merasa keberatan untuk mengirim ekspedisi Usamah yang jauh dari ibu kota Islam, Madinah ke luar negeri dan ekspedisi-ekspedisi yang lain dengan alasan, terlebih dahulu mengamankan kota Madinah dari huru-hara dan serangan dari para pembangkang, namun Abu Bakar dengan tegas tidak menghiraukannya dan ambil kebijakan baru yang akhirnya disetujui Majelis Syura. Hasil kebijakan khalifah tersebut jika diamati, di suatu sisi musuh-musuh besar pemerintahan Abu Bakar di luar negeri yaitu Sasania di Timur dan Romawi di Barat beranggapan bahwa pemerintahan di Madinah mampu mengirim ekspedisi jauh ke luar Madinah, Syam menandakan dalam negerinya tentu aman dan pemerintahan baru ditinggal Muhammad damai, tenteram, dan sangat kuat. Di sisi lain, serentak ekspedisi ke 12 front di bawah jenderal-jenderal di masing-masing bataliyon, maka ketika para pembangkang yang kalah di salah satu front, lari kewilayah lain pun tidak bertahan dan berkutik melawannya, karena akibat kebijakan khalifah menempatkan jenderal-jenderal di wilayah-wilayah itu. Dengan demikian, dalam waktu dua tahun lebih, khalifah dapat mengatasi semua persoalan dengan hasil yang gilang-gemilang. Dampak positif  juga tampak bahwa orang Baduwi gurun pasir dan suku-suku lain yang sejak zaman jahiliah suku perang, yang disatukan oleh Nabi dalam panji suatu ummah, diselamatkan oleh Abu Bakar dari nyaris perpecahan dan kehancuran. Di sinilah keunggulan khalifah manfaatkan sumber daya manusia secara serentak untuk menumpas kaum Riddah[2]. Jika tidak demikian mereka akan membahayakan keamanan.
      Corak pemerintahannya yang sentralistis sebagaimana di terapkan nabi berdasarkan al-Qur`an dan Sunah, namun demikian dalam urusan kenegaraan nabi tetap mengutamakan musyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan, seperti gaji tentara, penetapan departemen, pemilihan ofisial, penetapan pajak, mengirim dan menerima duta besar, dan sebagainya. Hal lain yang dilakukan khalifah adalah menugaskan Umar ibn Khattab sebagai hakim dan Usman ibn `Affan sebagai deputy yang mengurusi kesekretariatan negara bersama dengan Zaid ibn Tsabit.
D.    Abu Bakar adalah Penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW
      Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum Riddah (pemberontak) yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arab. Selanjutnya membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa Abu Bakar yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah mengabadikan al-Qur`an, ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al-Qur`an dalam satuan mashaf, sebab setelah banyak penghafal al-Qur`an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu, khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur`an dibantu oleh Ali ibn Abi Talib. Naskah tersebut dikenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur`an berdasarkan mashaf itu, kemudian terkenal dengan Mashaf Usmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum Muslim sampai tidak ada perubahan atau pemalsuan.
      Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun, 3 bulan, dan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan khalifah-khalifah penerusnya. Dengan demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh para sejarawan: Abu Bakar is the savior of Islam after the prophet Muhammad (Abu Bakar adalah penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat) (Karim,  2012: 84). Dengan sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhu`an­-nya kepada Allah serta agamaNya, ia dapat menghancurkan musuh-musuh yang merongrong agama Islam, bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar Arab.
 PENUTUP
Dari cuplikan cerita di atas, kita mengetahui beberapa hal, di antaranya:
1.    Abu Bakar lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat di Mekah. Abu Bakar adalah nama gelar  sedang nama aslinya Abdullah ibn Abu Kuhafah, lalu ia mendapat gelas as-shiddiq setelah masuk agama Islam.
2.   Abu Bakar terpilih sebagai Khalifah al-Rasul (pengganti Rasul) yang kemudian dibaiat oleh semua penduduk secara umum.
3.  Pidato yang disampaikan Abu Bakar saat pelantikannya tersebut berisi prinsip-prinsip kekuasaan demokratis, dan bukanlah kekuasaan yang bersifat otokratis.
4.  Priode Abu Bakar 632-634 M, sangat singkat hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat  mengenai persoalan pengganti Nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam.
5. Jasa Abu Bakar yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah mengabadikan al-Qur`an, ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al-Qur`an dalam satuan mashaf, sebab setelah banyak penghafal al-Qur`an gugur dalam perang Riddah di Yamamah.
6.   Abu Bakar is the savior of Islam after the prophet Muhammad (Abu Bakar adalah penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat).

DAFTAR PUSTAKA
Ali, K.  SEJARAH ISLAM. Jakarta: Srigunting, 1997
Haekal, M. Husain. ABU BAKR As-Shiddiq. Jakarta: Litera AntarNusa, 200
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2012
Said, U. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, 1982
Usairy, A. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar, 2004
[1] Karim, A. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2012, hlm. 77.
[2] Haekal, M. Husain. ABU BAKR As-Shiddiq. Jakarta: Litera AntarNusa, 2003, Hlm. 165.

Comments

Popular Posts