KONSEP RASIONALITI EKONOMI KONVENSIONAL & SYARIAH

 

 

Oleh: Krisnanda

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang 

Rasionaliti merupakan kunci utama dalam pemikiran ekonomi modern. Ia menjadi asas aksioma bahwa manusia adalah makhluk rasional. Seorang manusia ekonomi (homo

economicus) memilih di antara berbagai alternatif pilihan dengan tujuan untuk memaksimumkan kepuasan. Sebelum memilih, ia mesti menyusun skala prioritas dari berbagai alternatif pilihan. Syarat pilihan rasional adalah bahwa setiap individu mengetahui berbagai informasi secara lengkap tentang alternatif-alternatif dan ia mempunyai kemampuan untuk menyusun skala prioritasnya sesuai dengan preferensinya. Apabila dua syarat tersebut terpenuhi, maka pilihan rasional bisa berlaku. 

Rasionalitas merupakan basis utama bagi semua analisis ekonomi. Setiap analisis ekonomi selalu didasarkan atas asumsi mengenai perilaku para pelaku ekonominya. Secara umum seringkali diasumsikan bahwa dalam pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional. Namun persoalannya adalah rasionalitas itu sendiri mengandung muatan yang berbeda dalam masyarakat. Boleh jadi rasional menurut seseorang, tetapi tidak rasional menurut orang lain. Hal ini terjadi akibat dari perbedaan keyakinan dan pengaruh budaya yang berlaku di masyarakat. 

Rumusan Masalah

1.2.1   Apa pengertian asumsi rasionalitas?  

1.2.2   Apa konsep rasionalitas? 

1.2.3 Bagaimana perbandingan rasionalitas perspektif ekonomi konvensional dengan perspektif ekonomi Islam? 

Tujuan 

1.3.1   Untuk mengetahui pengertian asumsi rasionalitas.  

1.3.2   Untuk mengetahui konsep rasionalitas.  

1.3.3 Untuk mengetahui perbandingan rasionalitas perspektif ekonomi konvensional dengan perspektif ekonomi Islam.  

Manfaat 

1.4.1 Dengan mengetahui rasionalitas dalam ekonomi Islam, kita bisa mengaplikasikannya terhadap kehidupan sehari-hari sesuai syariat Islam. 

1.4.2 Dengan membandingkan rasionalitas perspektif ekonomi konvensional dengan perspektif ekonomi Islam, kita bisa mengetahui perbedaan diantara keduanya. 

Baca Juga: Berdoalah, Cara Terbaik Agar Keinginan Tercapai

BAB II

PEMBAHASAN

 2.1 Pengertian Asumsi Rasionalitas

Dalam sebuah pemikiran, yang dimaksud dengan asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk akal, dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk). 

Kemudian, perilaku rasional itu apa? Maksud dari perilaku rasional paling tidak memiliki dua makna, yaitu: metode dan hasil. Prilaku rasional dalam makna metode adalah action selected on the basic of reasoned thought rather than out of habit, prejudice, or emotion (tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi). Sedangkan prilaku rasional dalam makna hasil adalah action than actually succeeds in achieving desired goals (tindakan yang benar – benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai). 

Jenis Rasionalitas 

Rasionalitas mempunyai dua jenis, yaitu:  

- Self Interest Rationality (Rasionalitas Kepentingan Pribadi). Menurut Edgeworth, prinsip pertama dalam ilmu ekonomi adalah bahwa setiap pihak digerakkan hanya oleh self interest. Pada masa – masa Edgeworth mungkin benar, namun salah satu pencapaian dari teori utilitas modern adalah pembahasan ilmu ekonomi dari prinsip pertama yang meragukan tersebut. Self interest tidak harus selalu berarti memperbanyak kekayaan seseorang dalam satuan rupiah tertentu. Asumsi dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa individu mengejar berbagai tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara moneter. Maka dari itu, self interest sekurang – kurangnya mencakup tujuan – tujuan yang berhubungan dengan prestise, persahabatan, cinta, kekuasaan, menolong sesama, penciptaan karya seni, dan banyak lagi. Kita juga bisa mempertimbangkan self interest yang tercerahkan, di mana individu – individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang menjadikan mereka lebih baik, pada saat yang sama membuat orang – orang di sekelilingnya menjadi lebih baik pula.  

- Present-aim rationality 

Jenis rasional ini berasumsi bahwa manusia harus menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah aksioma yang berarti harus konsisten. Individu – individu harus menyesuaikan dirinya dengan aksioma – aksioma ini tanpa menjadi self interest  

2.3 Aksioma – aksioma Pilihan Rasional  

Ada tiga sifat dasar yaitu: 

- Kelengkapan (Completeness): maksud dari kelengkapan adalah jika individu dihadapkan pada dua situasi, A dan B, maka ia dapat selalu menentukan secara pasti salah satu dari tiga kemungkinan berikut ini: 

A lebih disukai dari pada B,  B lebih disukai dari pada A,  A dan B keduanya sama – sama disukai

- Transitivitas (Transitivity), yaitu Jika bagi seseorang “A lebih disukai dari pada B” dan “B lebih disukai dari pada C,” maka baginya “A harus lebih disukai dari pada C.” Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten secara internal. 

- Kontinuitas (Continuity) Jika bagi seseorang “A lebih disukai dari pada B” maka situasi – situasi yang secara cocok “mendekati A”, harus juga lebih disukai dari pada B. 

Asumsi-asumsi Lainnya 

- Kemonotonan yang kuat (Strong Monotocity) 

Asumsi ini menyatakan bahwa kecenderungan manusia adalah menginginkan yang lebih banyak atau lebih baik. 

- Local non-Satiation 

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih baik, sekecil apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam “keranjang konsumsinya”. 

- Konveksitas Ketat (Strict Convexity 

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang pada hakikatnya lebih menyukai yang rata-rata daripada ekstrim.  

Berangkat dari beberapa asumsi - asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa rasionalitas dalam ekonomi konvensional adalah memaksimumkan kepuasan (utility) untuk konsumen dan keuntungan untuk produsen. Dalam analisis ekonomi islam, ekspresi yang digerakkan hanya oleh motif self-interest ini disebut dengan rasionalitas egois/egoistic rationality.  

2.5  Perluasan Konsep Transitivitas 

Dalam konsep transitivitas menunjukkan kita sifat konsistensi terhadap pengambilan keputusan. Contoh dalam kehidupan nyata: 

Jika pendapatan Rp5.000.000 lebih disukai dari pada pendapatan Rp1.000.000 dan jika pendapatan Rp1.000.000 lebih disukai dari pendapatan Rp500.000, maka sangat impossible pendapatan Rp500.000 lebih disukai daripada pendapatan Rp5.000.000.  

Dalam aksioma completeness juga dibahas mengenai alternatif pilihan. Tetapi pada aksioma tersebut tidak menunjukkan kekonsistenan dalam pengambilan keputusan.  

Syarat Transitivitas 

Coba kita ambil contoh dalam kehiduan sehari-hari yang lebih riil. 

Doni  ingin membeli smartphone di Pasar. Berikut adalah preferensi yang Doni miliki: 

- Jika perbedaan kualitas signifikan (> 5), maka kualitas tinggi adalah faktor penentu. 

- Jika perbedaan kualitas insignifikan (≤ 5), maka harga murah adalah faktor penentu. 

Berikut adalah katalog smartphone yang dipegang Doni di Pasar: 

Laptop

Kualitas

Harga

Oppo

10

Rp 7.000.000

Samsung

7

Rp 6.000.000

Smartfren

4

Rp 5.000.000

  
Dan berikut adalah tabel alternatif pengambilan keputusan Doni: 
 

Alternatif

Perbedaan Kualitas

Penentu

Pilihan Jatuh pada

Preferensi

Oppo-Samsung

3

Harga

Samsung

Samsung > Oppo

Samsung-Smartfren

3

Harga

Smartfren

Smartfren > Samsung

Smartfren-Oppo

6

Kualitas

Oppo

Oppo > Smartfren

 
Hal ini menunjukkan bahwa meski Doni lebih memilih Oppo daripada Smartfren, Doni tetap pada posisi konsisten, walau sekiranya hal ini mencerminkan instransitivity secara sekilas.

Utilitas dan Infaq (sedekah)

Pada utilitas Dini yang merasa lebih baik jika ia membelanjakan uangnya untuk infaq (sedekah). Artinya, Dini akan merasa lebih baik jika menyedekahkan sebahagian pendapatannya pada Dina. Dina kebetulan adalah kaum dhuafa yang sudah lama meninggal orang tuanya. Fungsi Utilitas Dini adalah sebagai berikut:

 Uf= U (MBa,Bi)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOAOUFRjTe_E2L2EFXwqEhI60xo6Wj30mXHWNpKJfyETMElFTO9NK0kQnPEkYT50CXbdGE3yWq-zlsGMrzdHiOsvdDZe-sgdYjwh1KJ_7C4yM4bXrZJJkEtxNGQq47uPqcB4aI-N5-fKM/s1600/Hubungan+Infak+dan+Utilitas.JPG

Menurut Dini, infak adalah hal yang baik sehingga Dini bersedia mengeluarkan  uangnya sebagai infak sehingga Dina mendapatkan tambahan  pendapatan sebesar yang diberikan oleh Dini. Besarnya pendapatan ini ditentukan oleh kemiringan budget line.

2.6 Asumsi Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam

Teori Konsumsi Individual

Ini adalah teori ekonomi yang paling dasar dan menjadi landasan pengembangan berbagai teori ekonomi lainnya. Teori ini memiliki 3 sifat dasar:

- Kelengkapan (completeness)

Sifat ini bermakna seseorang selalu “ku tahu yang ku mau”. Dalam bahasa fikih nya “yakin, keyakinan, iman, amantu”. 

Dalam situasi apapun individu selalu dapat menentukan secara pasti apa yang dinginkannya. Misalnya jika ia dihadapkan pada situasi A dan B, maka ia selalu dapat menentukan pilihannya salah satu dari 3 kemungkinan. 

- Transitivitas (transitivity

Sifat ini bermakna seseorang selalu “teguh pendirian”, “tidak mencla-mencle”.  Dalam bahasa fikihnya istiqomah. 

Jika bagi seseorang “A lebih disukai daripada B” dan “B lebih disukai daripada C”, maka baginya “A harus lebih disukai daripada C”. Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat secara internal.

Hadits 

Antum a’lamu bi umuridunyaakum 

yang artinya “kalian lebih tahu tentang perkara dunia kalian”. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kita Sahihnya, dalam kitab Al Fadlail, dari riwayat Thalhah, Raf’I bin Khudaij, Aisyah, dan Anas r.a. (Hadits-hadits no. 2361-2363) 

Kaidah Fikih 

Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah illa an yadulla ad-dailu ‘ala tahrimiha. 

yang dimaksud yaitu: pada dasarnya semua praktek muamalah itu boleh/diperbolehkan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

- Kontinuitas (continuity)

Sifat ini bermakna “tak ada rotan, akar pun jadi”. Dalam bahasa fikihnya “ maa la yadruka kulluhu, la yutraku kulluhu” (jika tidak dapat melakukan yang baik sepenuhnya, jangan meninggalkan yang baik seluruhnya). 

Tidak kontinuitas

Kontinuitas 

“sungguh mati aku jadi penasaran

Sampai mati pun akan ku perjuangkan”

(Penasaran, rhoma irama)

“sungguh mati aku jadi penasaran

Kalau bukan dia , adiknya pun boleh juga”



2.7 Game Theory

 Secara ringkas guru besar ekonomi Yale University, Dirk Berirk Berggemann, menyampaikan perkembangan game theory sebagai berikut: J.v. Neumann (1928) membahas tentang zero sume games yaitu suatu permainan dimana pemenang dapat hadiah + 5, yang kalah hilang -5 jadi bila dijumlahkan hasilnya 0.  

Aksi

Zero Sum (Nihil)

Ku berlari (+), Kau terdiam (-)

Kumenangis (-), Kau tersenyum (+)

Ku berduka (-), Kau bahagia (+)

Ku pergi (-), Kau kembali (+)

Ku coba meraih mimpi (+), Kau coba tuk hentikan mimpi (-)

(“Harus terpisah”, Cakra Khan)

Penjumlahan Nihil (Zero Sum)

Penjumlahan Nihil (Zero Sum)

Penjumlahan Nihil (Zero Sum)

Penjumlahan Nihil (Zero Sum)

Penjumlahan Nihil (Zero Sum)


Pemain dalam game ini harus memilih satu dari berbagai macam kemungkinan yang ada (strategi). Strategi dari seorang duopolis dipilih berdasarkan keuntungan dari setiap variable yang dimilikinya. Ada tiga kemungkinan strategi untuk para duopolies: merubah harga, merubah pengeluaran iklan, merubah kualitas produk. 

Duopolis dapat memilih beberapa strategi yang paling tepat untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Karena ada tiga variable yang dipunyai, strategi yang diambil berdasarkan nilai untuk tiga variable tersebut. 

Jenis game ini berdasarkan pada asumsi: 

Penyelesaian masalah dalam pasar duopolis tergantung pada pihak I dan pihak II, yang masing-masing berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Setiap pelaku yang masuk dalam game ini, jika salah satu pihak untung maka pihak lain rugi. 

Jumlah keuntungan pihak I sama dengan  jumlah kerugian pihak  II. 

Setiap duopolies berada pada posisi yang sama dalam menebak stategi pihak lain yang digunakan untuk mengalahkan strateginya sehingga akan membuat profit matriks di kedua pihak. 

Setiap duopolies berasumsi bahwa lawannya akan selalu membuat  langkah yang paling efektif dan dia akan mencoba menghalangi pihak lain untuk melindungi dirinya sendiri dari kerugian Prisoners dilemma. 

Masalah lain di Nash Equilibrium adalah bahwa hasilnya tidak menunjukkan adanya Pareto Effisien. ini berawal dari sebuah kasus yang terjadi pada dua tahanan. Kedua tahanan itu dicurigai sebagai pelaku kejahatan dan mereka bekerjasama. Kedua tahanan itu di tempatkan di ruangan yang berbeda, kemudia diberikan pertanyaan apakah memang benar mereka yang melakukan kejahatan atau tidak. Pilihan yang diberikan adalah : Jika tahanan A mengaku sedangkan tahanan B tidak mengaku, maka A akan bebas, sedangkan B akan mendapatkan hukuman 6 bulan. Jika keduanya mengaku tidak bersalah, maka akan mendapatkan hukuman 1 bulan penjara. Dan jika keduanya mengaku, masing-masing mereka akan mendapatkan hukuman 3 bulan penjara.


Prisoner B


Mengaku

Diam


Prisoner A

Mengaku 

5-5

0-20

Diam

20-0

1-1

Strategi Tidak mengaku-tidak mengaku adalah keadaan pareto eficien, dimana disitulah satu-satunya keadaan yang membuat keduanya bebas. Sedangkan untuk pilihan mengaku-mengaku adalah pareto ineficient. Namun untuk mencapai tritik pareto eficien, harus ada koordinasi antar tahanan, dan masalahnya adalah mustahil para tahanan bisa mengkoordinasikan pilihan mereka. Semuanya hanya bergantung pada kepercayaan terhadap masing-masing individu.

The prisioner dilemma dapat diaplikasikan kedalam bidang ekonomi ataupun politik. Contohnya saja masalah tentang kemiliteran, apakah militer memilih untuk ‘melakukan penyerangan’ atau ‘tidak melakukan penyerangan’ dimana setiap pilihan yang diambil pasti ada nilainnya sendiri. Untuk dibidang kartel pilihan yang dapat diambil adalah ‘menambah jumlah kuota’ atau ‘tetap pada kuota semula’ dimana jika menambah jumlah kuota kita akan mendapatkan untung yang lebih.

The Prisoner’s delemma masih memiliki banyak permasalahan bagaimana caranya untuk memainkan  ini secara benar. Namun sepertinya jawabannya tergantung pada berapa kali itu dimainkan, sekali atau berkali-kali. 

2.8 Perbandingan Rasionalitas Perspektif Ekonomi Konvensional dan Perspektif Ekonomi Islam

a. Menurut Perspektif Konvensional 

Konsep rasionaliti muncul karena adanya keinginan-keinginan konsumen untuk memaksimalkan utiliti dan produsen ingin memaksimalkan keuntungan, berasaskan pada satu set constrain. Yang dimaksud constrain dalam ekonomi konvensional adalah terbatasnya sumber-sumber dan pendapatan yang dimiliki oleh manusia dan alam, akan tetapi keinginan manusia pada dasarnya tidak terbatas. 

Dalam ekonomi konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan memaksimalkan utiliti. Menurut John C. Harsanyi, theory of rational behavior mengandung tiga cabang, yaitu: 

1. Utiliti theory, yang bermakna bahwa perilaku yang rasional mengandung unsur memaksimalkan utiliti atau tercapainya utiliti maksimum yang diharapkan. 

2.  Game theory, yaitu teori perilaku rasional dengan dua atau lebih interaksi rasionaliti individu, masing-masing rasionaliti menghendaki untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri sebagai bentuk dari fungsi utiliti individu. (Walaupun terkadang ada pertentangan dengan sikap altruistik). 

3.  Ethics, yaitu dimana kriterianya adalah penilaian moral dari masyarakat, yang mana ia melibatkan pemaksimalan rata-rata tingkat utiliti dari semua individu dalam masyarakat. Inilah yang dikenali dengan altruistik, yang merupakan perkembangan baru dari konsep rasionaliti. [6]

 b.      Menurut Perspektif Islam 

Rasionalitas ekonomi dalam islam diarahkan sebagai dasar perilaku kaum muslimin yang mempertimbangkan kepentingan diri, social dan pengabdian kepada Allah. 

Beberapa para pakar ekonom muslim membuat batasan terhadap rasionalitas dalam ekonomi islam. Rasionalitas dalam ekonomi islam tidak hanya didasarkan kepada pemuasan nilai guna (material) di dunia, tetapi mempertimbangkan pula aspek-aspek sebagai berikut: 

1) Respek terhadap pilihan-pilihan logis ekonomi dan faktor-faktor ekternal, seperti tindakan altruis dan harmoni social.  

2) Memasukkan dimensi waktu yang melampaui horizon duniawi sehingga segala kegiatan ekonomi berorientasi dunia dan akhirat.  

3) Memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam.  

4) Usaha-usaha untuk mencapai falah yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

Monzer Kahf, menguraikan beberapa prinsip dasar dalam rasionalitas islam adalah sebagai berikut: 

1. Konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral islam, bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. 

2. Seorang muslim harus percaya adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu:

- Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan akhirat.

- Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat.

3. Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. 

4. Harta benda/barang (goods) merupakan karunia yang diberikan Allah kepada manusia. 

5. Islam memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan, tidak melakukan kemubaziran dan tidak israf. 

Secara konseptual dan teorirtis, rasionalitas dalam ekonomi islam dibangun atas dasar aksioma yang diderivasikan dari nilai dan ajaran islam yang merupakan kaidah yang bersifat umum dan berlaku universal sesuai dengan universalitas agama islam. Aksioma-aksioma tersebut antara lain:

1. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah, yang mengandung makna bahwa:

- Maslahah yang besar lebih disukai daripada yang lebih sedikit, termasuk di dalamnya adalah monotonicity (monoton).

- Maslahah diupayakan terus meningkat sepanjang waktu.

2. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubadziran. 

3. Setiap pelaku ekonomi akan berhubungan dengan resiko, yang mengandung tiga tindakan yaitu:

- Selalu berusaha untuk meminimumkan resiko

- Berhadapan dengan resiko ketidakpastian

- Melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan resiko

Baca Juga: Urgensi Maqasid al-Shariah dalam Keuangan Islam

BAB III

PENUTUPAN

Kesimpulan

Asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk akal) dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Dalam buku-buku ekonomi, term rasionalitas dijelaskan bahwa manusia disebut rasional jika ia melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-interest, dan pada saat yang sama konsisten dengan membuat pilihan-pilihannya dengan tujuan yang dapat dikuantifikasikan (dihitung untung ruginya) menuju kesejahteraan umum. Sementara dalam ekonomi Islam pelaku ekonomi, baik itu produsen maupun konsumen akan berusaha untuk memaksimalkan maslahah.

Rasionalitas dalam ekonomi konvensional adalah memaksimumkan kepuasan (utility) untuk konsumen dan keuntungan untuk produsen. Dalam analisis ekonomi Islam, ekspresi yang digerakkan hanya oleh motif self-interest.

Secara konseptual dan teorirtis, rasionalitas dalam ekonomi Islam dibangun atas dasar aksioma yang diderivasikan dari nilai dan ajaran Islam yang merupakan kaidah yang bersifat umum dan berlaku universal sesuai dengan syariat agama Islam. 

Baca Juga: Teori Harga Islami

DAFTAR PUSTAKA

A. Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 2007).  Ed. Ketiga

A. Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014).  Ed. Kelima, Cet. 6

https://wahanabelajarekonomiislam.blogspots.com/2012/11/rasionalitas-ekonomi-islam.html 

http://yucasiahaan.blogspot.com/2011/06/game-theory-tgs-ekomikro-lanjt.html 

http://www.makalahmu.cf/2013/12/konsep-rasionalitas-ekonomi-islam.html 

Comments

Popular Posts