MONGOL DAN KEHANCURAN BAGHDAD
Oleh: Krisnanda
Al-hamdu lillahi rabbil`alamin, segala puji bagi Allah tuhan semesta alam karena berkat izin-Nya penulis diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menulis makalah dengan judul “Mongol dan Kehancuran Baghdad”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam khususnya kisah tentang bangsa Mongol dan kehancuran Baghdad
. Penulis yakin bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, walaupun masih banya kekurangan-kekurang yang tertulis dalam karya ini. Kritik dan saran itulah yang diharapkan penulis agar menjadi perbaikan di masa mendatang.Absrak
Sejarah merupakan wadah untuk menampung seluruh tragedi dan kejadian yang telah terjadi di belahan dunia. Di dalam sejarah umat Islam terdapat beberapa peradaban Islam yang agung dan monumental. Diantaranya adalah peradaban Islam di Asia Barat, Eropa Barat Daya (Andalusia), Afrika Utara, Mongol, dan bahkan di anak benua sekalipun.
Sejarah umat Islam merupakan sejarah yang memiliki kekhasan tersendiri, baik dalam variasi model penyebarannya yang unik hingga penakhlukan daerah-daerah yang diduduki sangat sistematis. Jika ditinjau dari perspektif Barat, maka Islam tidak lebih dari sebuah ajaran yang diperjuangkan dengan darah dan pedang.[1] Namun, hal ini justru sebaliknya, Islam merupakan ajaran yang telah banyak melakukan pembebasan bagi masyarakat lokal yang ditindas atas hegemoni dua imperium besar yakni Persia dan Romawi. Kedua imperium besar itulah, yang telah membuat ketertindasan kepada masyarakat setempat. Kehadiran Islam sebagai agama pembebas dari ketertindasan tersebut, justru dinanti dan diharapkan segera datang. Salah satu contoh sejarah yang sangat menarik dan merupakan kebangkitan kekuatan Islam adalah berhasilnya menanamkan tauhid di kalangan Mongol.
Mongol merupakan sejarah dunia yang menarik dan popular, terutama bagi sejarah peradaban umat Islam. Hal itu disebabkan karena, sejarah tidak dapat membuktikan secara akurat tentang babak baru sejarah kejadian bangsa tersebut.[2] Bangsa Mongol memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tak ternilai sumbangannya terhadap peradaban dunia. Dalam khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII dan awal abad XIII M. Bangsa Mongol pada mulanya merupakan entitas masyarakat yang mendiami hutan Siberia dan Mongolia Luar. Mereka menempati wilayah di antara gurun pasir Gobi dan danau Baikal.[3] Mereka berasal dari daerah pegunungan (Mongolia) yang membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Mancuria Barat serta Turkistan Timur. Mereka salah satu anak rumpun dari bangsa Tartar. Mongol adalah suku bangsa yang besar dan memiliki pengaruh signifikan di kawasan Asia Tengah.
Baca Juga: KONSEP RASIONALITI DALAM EKONOMI KONVENSIONAL DAN ISLAMI
Pembahasan
2.1. Asal-usul Mongol
Dalam catatan sejarah, sejarah Mongol dimulai pada akhir abad XII dan awal abad XIII M. Pada mulanya Mongol adalah suatu masyarakat hutan, yang mendiami hutan Siberia dan Mongolia Luar di antara gurun pasir Gobi dan danau Baikal. Mereka adalah salah satu anak rumpun dari bangsa Tarta.
Manusia Mongol hidup dalam pengembara dan tinggal di perkemahan. Hidup sederhana dengan memburu binatang, mengembala domba, dan memakai kulit binatang untuk menutupi aurat mereka.[4] Sebagian kecil mereka menganut cabang Nestoria dan Sammaniah. Pada umumnya orang-orang Mongol menyembah matahari saat terbit, makan daging semua binatang, dan juga sesama manusia. Halal-haram dan benar-salah tidak menjadi suatu persoalan. Mereka hidup dengan keadaan kotor dan tidak bersih, sama seperti di Aceh dan di Jawa pada masa lampau. Mereka tidak beradab, namun mereka pemberani, pejuang, sabar, ahli perang, tahan sakit, dan memiliki fisik yang kuat.[5]
Pada awal abad XII M orang-orang mongol ada di bawah kekuasaan Dinasti Keen di China Utara.[6] Mereka ini bersatu di bawah pimpinan Kabul Khan (ayahnya Chengis) dan berontak terhadap Dinasti China tersebut, di mana ia menang mutlak dengan mengalahkan panglima perang Dinasti Keen, Kusaku (Kusagu). Hal ini membuat orang-orang Mongol mulai dikenal dalam sejarah. Pada akhir abad XII M, orang-orang Mongol bersatu di bawah pimpinan Chengis dan muncul dalam sejarah sebagai kekuatan besar yang menggetarkan rakyat Asia.
Saat
berlangsungnya Qurultay, sidang para kepala suku bangsa Mongol yang
berlangsung pada 1206 M, menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat Temujin
dengan gelar Chengis Khan. Sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol. Ia adalah
anak dari pemimpin bangsa Mongol. Pada 1213 M, Chenghis memimpin pasukan Mongol
untuk menyerbu China dan menduduki Peking pada 1215 M, sehingga berhasil
merongrong posisi Dinasti China. Sementara itu invasi ke Semirechye di
Turkistan Utara (1218 M) menghantarkan kekuasaan bangsa ini berbatasan dengan
wilayah Dinasti Islam, Khawarizm di Asia Tengah. Rangkaian peristiwa lainnya
yang kemudian mempercepat invasi Mongol ke wilayah kekuasaan Islam adalah
ketika salah satu gubernur dari kerajaan Khawarizm membunuh para utusan Chenghis
Khan dan kafilah dagang Muslim yang menyertai utusan tersebut pada Insiden
Utrar tahun 1218 M.[7]
Setelah Khiba (Rusia Selatan) direbut, Chengis berangkat ke Selatan China guna
menghadapi para pembrontak, sebelum sampai di sana ia mati di tepi sungan
Chali, Mongolia (1227 M). Wilayah kekuasaan meluas ke seluruh Eurasia, di Timur
sampai laut Pasifik dan di Barat sampai laut Hitam. Peninggalan imperium yang
begitu luas itu dibagi kepada empat anaknya: Jochi, Chaghtay, Oghtay, dan
Toluy.[8]
Baca Juga: KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
Pada perkembangan
selanjutanya terjadi konflik dan perang keluarga Mongol (Berke, Golden Horde
dengan persatuan tentara Mongol, Kublai Khan (China) dan Ariq Bode (Mongolia),
dan Ilkhan yang terjadi selama sepuluh tahun 1257-1267 M.[9] Pertentangan ini dipicu karena masuk
Islamnya penguasa Dinasti Golden Horde, Berke.
Beberapa kebijakan para penguasa Dinasti Golden Horde antara lain membangun
hubungan baik dengan Dinasti Mamluk dan Dinasti ‘Abbasiyah dan mengganti
undang-undang Yassa dengan Syari’at Islam.
Hubungan bangsa
Mongol dengan umat Islam bermula sejak masa pemerintahan Chenghis yang hingga
nantinya berakhir pada kehancuran kerajaan-kerajaan Islam di Asia Barat.[10] Pada
saat itu kekuasaan Mongol meluas hingga perbatasan kerajaan Iran, Chenghis
kagum akan kemajuan budaya serta kekuatan militer bangsa Turan. Oleh karena itu
Chenghis mengirimkan utusan pada pemimpin Kerajaan Khwarazm, sultan
Alauddin Muhammad untuk menjalin kerja sama antar kedua belah pihak. Hubungan
kedua penguasa ini berjalan dengan baik hingga terjadi peristiwa Insiden Utrar
pada tahun 1218 M,[11]
ketika itu utusan Mongol yang membawa hadiah dibunuh oleh gubernur Utrar.
Pada masa kepemimpinan Monggu Khan, Ia menyerahkan perluasan wilayah Mongol kepada dua saudaranya, Qubilai dan Hulagu. Qubilai ditugaskan untuk menaklukan Dinasti Sung di kawasan Timur, dan Hulagu untuk perluasan di wilayah Barat. Inilah awal di mana bangsa Mongol mulai bersentuhan langsung dengan dinasti Abbasiyah.
2.2. Serangan Bangsa Mongol dan Kehancuran Baghda
Pada masa Genghis Khan,
bangsa Mongol telah menguasai wilayah Iran yang merupakan bekas dari kekuasaan
Kerajaan Khawarazm. Oleh Khan Agung selanjutnya, Hulagu diperintahkan untuk
memperluas kekuasaan bangsa Mongol ke wilayah barat. Oleh karena itu Hulagu
terus mendekat ke pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah pada saat itu.
Menjelang serangan
Hulagu ke Baghdad, wilayah Iran penuh dengan teror dari Assasin yang dipimpin
oleh Hasan ibn Sabbah dari golongan Syi’ah Isma’iliyah di pegunungan Alamut.
Pada hakikatnya, serangan Assasin ini tidak hanya menyerang wilayah bangsa
Mongol, tetapi juga menyerang wilayah kekuasaan Islam di Iran. Hulagu
mengirimkan surat kepada Khalifah al-Mu’tashim untuk bekerja sama dalam
memberantas Assasin. Surat tersebut jatuh ketangan wazir Ibn al-Qami yang
beraliran Syi’ah, dan tidak menginginkan penyerangan terhadap Assasin dari Sekte
Isma’iliyah. Oleh karena itu atas nama khalifah, Ia membalas surat tersebut
dengan tujuan manghasut Hulagu untuk menyerang Baghdad.[12]
Hulagu kemudian mengerahkan pasukannya ke Iraq untuk menghancurkan Baghdad Abbasiyah pada tahun 652. Ia dan pasukannya berhasil menguasai wilayah Ashbihan dan Hamdzan, serta menguasai benteng Isma’iliyah. Pada tahun 655 ia menerima surat desakan dari wazir Ibn Al-Qami untuk segera menyerang Baghdad. Tahun 656 Hulagu berhasil mencapai Baghdad dan mengepungnya, penyerangan pasukan Mongol ini digunakan oleh Ibn Al-Qami untuk menipu khalifah, Ia berkata bahwa telah terjadi perjanjian damai dengan pasukan Mongol. Maka dari itu keluarlah khalifah beserta seluruh pembesar kerajaan dan para ahli fiqih, tetapi pada kenyataannya mereka semua dibunuh secara tragis. Hulagu kemudian menghancurkan kota Baghdad, peradabannya, serta membunuh seluruh penduduknya.
2.3. Bangsa
Mongol dan Islam Pasca Kehancuran Baghdad
Jauh sebelum
penghancuran Baghdad oleh Hulagu, penguasa Dinasti Golden Horde, Berke sempat
menolak sikap bangsa Mongol yang mengirimkan tentara Ilkhan ke Irak dan
memberikan masukan agar Hulagu segera menarik pasukannya.[13]
Penolakan Berke ini tidak lain karena Ia merupakan seorang muslim dan membangun
aliansi dengan Dinasti Mamluk dan Dinasti ‘Abbasiyah. Saran ini tidak
dihiraukan oleh Hulagu, Ia bersama pasukan meneruskan perjalanannya dan
menghancurkan Baghdad.
Setelah
menghancurkan Baghdad, Hulagu Khan beserta pasukannya meneruskan penaklukannya
ke Kairo untuk menghancurkan Dinasti Mamluk di Mesir. Di tengah perjalanannya,
Ia mendapat kabar bahwa Khan Agung Monggu Khan wafat, sehingga Hulagu kembali
ke Karakuram dan menunjuk Ketboga sebagai panglima perang.[14]
Baca Juga: SIAPKAN DIRI UNTUK RAMADHAN
Di bawah
komando Ketboga, pasukan Mongol menuju Mesir hingga akhirnya bertemu pasukan
Dinasti Mamluk dan sekutunya di ‘Ain al-Jalut. Peperangan ini
dimenangkan oleh Dinasti Mamluk dan memaksa pasukan Mongol membatalkan misinya
untuk menaklukan Mesir. Kekalahan ini disebabkan karena pasukan Mongol tidak
mempunyai sosok panglima perang seperti Hulagu dan adanya bala bantuan dari
pasukan Golden Horde untuk membantu pasukan Dinasti Mamluk.
Pada periode
selanjutnya setelah Hulagu Khan wafat, putra sulungnya Abaga meneruskan
penaklukan Bangsa Mongol di wilayah Barat. Untuk membendung kekuatan Dinasti Golden
Horde ia bekerja sama dengan pasukan Yunani dan beberapa negara Eropa Timur,
tetapi aliansi ini tidak dapat menahan kekuatan pasukan Mamluk dan Golden Horde
sehingga Ia mengalami kekalahan toal pada tahun 1277.[15]
Pada tahun 1281, Abaga berusaha menyerang Syiria, tetapi pasukannya mengalami
kekalahan dan menyebabkan Ia frustasi dan depresi serta putus asa.
Dampak dari kekalahan pasukan Mongol dan kekuatan aliansi Dinasti Mamluk dan Dinasti Golden Horde ini membuat sebagian besar Bangsa Mongol masuk ke dalam agama Islam. Salah satunya adalah penerus Abaga, Pangeran Tagudar yang menjadi muslim dan mengganti namanya menjadi Ahmad. Ahmad mengirimkan surat kepada para doktor di Baghdad dan Sultan Mesir, Qalawun (1282 M) untuk memberitahukan bahwa ia telah memeluk agama Islam. Hal ini menimbulkan konspirasi hebat dari kalangan Mongol terkemuka untuk memecat Ahmad yang telah berubah menjadi Islam, dan menggantikannya dengan Arghun, anak Abaga yang berhak atas tahta ayahnya. Perselisihan dan peperangan antara Ahmad dan Arghun pun terjadi, akhirnya Ahmad kalah, ditangkap, dan dihukum mati (1284 M).[16] Ia menjadi syuhada pertama di kalangan bangsa Mongol yang mati demi Islam.
Kesimpulan
Bangsa
Mongol merupakan suatu bangsa besar di Asia yang dikenal karena seorang
pemimpin besarnya, Chenghis Khan. Bangsa ini mempunyai ambisi yang kuat untuk
menguasai dan memperluas wilayah baik di kawasan Utara yang meliputi China
hingga Korea, dan di kawasan Barat yang meliputi Iran, Irak, hingga Mesir. Bangsa
Mongol pun berhasil menguasai wilayah Asia Tengah seperti Polandia dan
Hungaria. Pada saat perluasan wilayah inilah kemudian bangsa Mongol mulai
bersentuhan dengan dinasti-dinasti Islam di Timur Tengah.
Dinasti
Abbasiyah merupakan dinasti Islam kedua dan dinasti Islam terbesar. Dinasti ini
berhasil mencapai puncak keemasannya dengan menjadi pusat kebudayaan dan
pengetahuan, serta menjadi dinasti yang kuat, kokoh, dan tak terkalahkan.
Kejayaan ini tampaknya menjadi bomerang bagi para penguasa Abbasiyah
selanjutnya, mereka terlena dengan kesenangan sehingga melalaikan tugas pokok
seorang penguasa untuk melindungi serta menjaga rakyat dan wilayah kekuasaanya.
Keadaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa Mongol untuk menghancurkan Baghdad. Kekalahan ini bukan hanya merupakan kekalahan dalam perebutan wilayah antara dua penguasa, tetapi merupakan suatu peringatan bagi seluruh kaum Muslim untuk tidak lalai dan terendap dalam kesenangan dunia.
Baca Juga: Berdoalah, Cara Terbaik Agar Keinginan Tercapai
Daftar Pustaka
Karim, M. Abdul. Islam di Asia Tengah. Yogyakarta:
Bagaskara, 2006
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
Yogyakarta: Bagaskara, 2012
[1] M.
Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta:
Bagaskara, 2012), hlm. 286
[2]
M. Abdul Karim. Islam di Asia Tengah. (Yogyakarta: Bagaskara, 2006),
hlm. 27
[3] M. Abdul Karim. Ibid hlm 28
[4] Ibid,. hlm. 29
[5] Ibid., hlm. 29
[6] Ibid., hlm. 29
[7] M. Abdul Karim. Sejarah..., Hlm. 287
[8] Ibid,. hlm. 287
[9] M. Abdul Karim. Islam..., hlm. 66
[10] Ibid,. hlm. 35
[11] Ibid,. hlm. 40
[12] M. Abdul Karim. Sejarah..., hlm. 166
[13] M. Abdul Karim. Sejara..., hlm. 63
[14] Ibid,. hlm. 65
[15] Ibid,. hlm. 83
[16] Ibid,. hlm. 84
Comments
Post a Comment
Thank You