REFORMASI IKLIM INVESTASI


Kita ketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan dua paket kebijakan, yaitu Paket Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Nah, sambutan dari dunia usaha pun secara umum cukup baik pada kebijakan ini.

Di sini, pertanyaan umumnya berkaitan dengan implementasi dan hal ini pun disadari secara utuh oleh pemerintah. Dalam Instruksi Presiden

(Inpres) Nomor 3 Tahun 2006, terlihat bahwa pemerintah telah membentuk tim monitoring sebagai pengawas, bukan hanya pelaksanaan namun juga untuk meningkatnya kualitas reformasi yang dikeluarkan.

Baca Juga: SIAPKAN DIRI UNTUK RAMADHAN

Di sini, dalam memperkuat kredibilitas, di samping membentuk tim monitoring internal, pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga akan membentuk tim eksternal yang juga akan memonitor pelaksanaan reformasi ini.

Paket kebijakan ini tidak terlepas dari Strategi Tiga Pilar dalam mendorong investasi dan ekspor. Pilar pertama, berisikan reformasi kelembagaan yang akan membentuk kerangka jangka menengah sehingga keputusan atau respons pemerintah yang bersifat ad hoc dapat diminimalkan.

Pilar ini juga menjawab hasil persepsi tentang iklim investasi di Indonesia yang menempatkan masalah ketidakpastian dalam kebijakan dan governance sebagai faktor-faktor yang menghambat investasi di Indonesia.

Baca Juga: KONSEP RASIONALITI DALAM EKONOMI KONVENSIONAL DAN ISLAMI

Survei terhadap 500 perusahaan di lima kota besar di Indonesia yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) bersama Bank Dunia pada Desember 2005 memperkuat hasil sebelumnya. Survei itu dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia pada tahun 2003 yang menempatkan komponen-komponen dalam paket kebijakan iklim investasi sebagai penghambat utama dalam berusaha di Indonesia.

Paket ini terdiri dari 85 tindak kebijakan dalam lima bidang, yaitu investasi secara umum yang mempermudah upaya investasi di Indonesia termasuk upaya melakukan perbaikan yang radikal (dan tergolong ambisius) terhadap kebutuhan waktu untuk mendirikan perusahaan dari rata-rata 150 hari menjadi 30 hari saja.

Fondasi dari perbaikan ini akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Investasi yang telah disampaikan kepada DPR bulan ini. Segera setelah RUU Investasi disetujui oleh DPR, undang-undang akan dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya. Dewasa ini draf awal peraturan pelaksanaan sedang dipersiapkan sehingga time lag antara efektivitas suatu undang-undang dapat diminimalkan.

Bagian kedua menyangkut perpajakan. Ada tiga elemen perpajakan. Pertama mengurangi tarif pajak dari 30 persen secara bertahap menjadi 28 persen pada tahun depan dan 25 persen pada tahun 2010.

Berkaitan dengan hal itu, pemerintah akan melaksanakan amanat UU Pajak lama (dan juga dimasukkan dalam RUU Pajak yang baru) tentang pemberian insentif fiskal bagi sektor tertentu dan daerah tertentu.

Bentuk fasilitas pajak dan sektor serta daerah yang mendapatkan fasilitas ini sedang dirumuskan kembali dan diharapkan—menurut jadwal dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2006—akan dikeluarkan Juni 2006 ini.

Kedua, memperbaiki administrasi pajak termasuk menjawab keluhan sebagian dunia usaha tentang keseimbangan antara pembayar pajak dan aparat pajak.

Ketiga, harmonisasi pajak pusat dan daerah. Dalam pajak daerah, pemerintah akan mengubah sistem terbuka menjadi sistem tertutup sehingga daerah hanya bisa memungut jenis pajak yang telah ditetapkan. Begitu pula dengan retribusi di mana jumlahnya akan dibatasi pula.

Dalam pelaksanaannya kelak, akan diberikan masa transisi bagi daerah untuk melakukan penyesuaian menuju sistem baru. Sebagai kompensasi, porsi dana alokasi umum (DAU) telah dinaikkan dari 25 persen menjadi 26 persen dari total penerimaan dalam negeri bersih.

Bagian ketiga dari paket kebijakan ini menyangkut perbaikan dalam kepabeanan. Upaya ini dalam rangka untuk mengurangi biaya logistik yang sekarang makin dominan dalam menentukan daya saing suatu produk.

Perbaikan ini dilakukan bukan hanya dari perubahan dalam UU Kepabeanan, tetapi juga perbaikan pelaksanaan di lapangan serta upaya memperbaiki infrastruktur yang menghubungkan sentra produksi dengan pelabuhan dan perbaikan fasilitas pelabuhan.

Bagian keempat menyangkut masalah ketenagakerjaan. Kami akan melakukan amandemen Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terbatas pada beberapa bagian yang menyebabkan pasar tenaga kerja kita tidak fleksibel. Perbaikan tersebut menyangkut pendefinisian kembali besaran uang pesangon, batasan waktu kontrak kerja, ketentuan outsourcing, dan mekanisme penentuan upah minimum regional (UMR).

Paket ini juga mencakup upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), termasuk menyangkut perluasan akses terhadap pembiayaan. Yang sangat penting juga, paket ini akan mengeluarkan road map bagi pengembangan UKM di Indonesia sehingga koordinasi dari seluruh stakeholder dapat lebih sinergi di masa mendatang.

Paket Infrastruktur

Berkaitan dengan pilar pertama, bulan lalu pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan dalam bidang infrastruktur. Paket ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, keinginan pemerintah untuk memperbaiki regulasi yang lebih pasti, transparan, dan kondusif.

Kedua, memperjelas peran dan komitmen pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. Ketiga, membuka semua kegiatan dalam infrastruktur bagi dunia usaha.

Keempat, memperkuat kerja sama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur termasuk di dalam kesediaan pemerintah untuk menanggung risiko secara bersama dan komitmen pemerintah untuk menyediakan infrastruktur penunjang terlaksananya kerja sama tersebut.

Baca Juga: KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

Realisasi dari paket ini hanya terjadi dalam waktu jangka menengah. Sebagian dunia usaha akan menanggapi segera sejalan dengan fakta akan ada lag antara keputusan investasi dan produksi.

Saat produksi terjadi, sebagian besar paket sudah berjalan. Tetapi hal ini sangat tergantung pada kredibilitas pemerintah. Dunia usaha akan bertanya, jika masalah Blok Cepu saja pemerintah tidak bisa menyelesaikan, apalagi paket kebijakan investasi yang melibatkan lebih banyak stakeholder.

Oleh karena itu, pilar kedua dari strategi tersebut memfokuskan pada percepatan penyelesaian dan pembangunan beberapa proyek strategis. Sesuai dengan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla akan memimpin pelaksanaan pilar kedua ini. Setelah penyelesaian Blok Cepu, beberapa proyek-proyek high profile seperti masalah Cemex-Semen Gresik akan diselesaikan.

Begitu pula dengan upaya terobosan untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik, jalan tol, sedang dipersiapkan termasuk masalah pendanaannya. Upaya penanganan di tingkat mikro ini penting bukan hanya untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, tetapi juga untuk memberikan sinyal tentang keseriusan pemerintah termasuk dalam mendorong implementasi yang banyak diragukan oleh dunia usaha.

Fokus pada pilar kedua ini juga sejalan dengan kajian akademis yang dilakukan oleh Prof Dani Rodrik dan kawan-kawan dari Harvard University dalam meneliti upaya untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi. Tema Growth Diagnostic yang dipopulerkan oleh Prof Rodrik sekarang sedang dikaji untuk digunakan sebagai strategi baru yang akan dipakai oleh Bank Dunia.

Pilar ketiga tidak kalah penting, khususnya bagi investor domestik menyangkut masalah akses pembiayaan dan biaya investasi. Kuncinya adalah memperluas sumber pembiayaan, mengurangi biaya dan risiko. Sebagian terkait dengan kesuksesan pemerintah menurunkan tingkat inflasi dan sebagian lagi terkait dengan kerangka kelembagaan dan regulasi.

Pembuatan kerangka kelembagaan dan regulasi ditujukan untuk tiga hal, yaitu:

Memperluas sumber pembiayaan yang tidak hanya bergantung pada perbankan yang umumnya adalah sumber jangka pendek—kepada sumber pembiayaan jangka panjang.

Dewasa ini terjadi mismatch, yaitu banyak sumber jangka panjang seperti dana pensiun diinvestasikan dalam portofolio jangka pendek. Bersamaan pula proyek jangka panjang dibiayai oleh sumber jangka pendek, yaitu kredit perbankan.

Perluasan sumber pembiayaan diharapkan pula akan dapat mendorong perbaikan efisiensi dalam sektor finansial. Jika hal ini terjadi sejalan dengan suku bunga, biaya intermediasi akan menurun dan pada gilirannya akan mempercepat dan memperbesar penurunan suku bunga kredit.

Penurunan risiko. Upaya penurunan risiko dilakukan dengan beberapa cara seperti penurunan country risks melalui konsolidasi fiskal yang berlanjut untuk menurunkan rasio utang negara pada tingkat yang aman di sekitar 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan pengurangan risiko kelembagaan dan individual dengan pendirian biro kredit.

Upaya-upaya di atas sedang dipersiapkan oleh pemerintah bersama Bank Indonesia dan diharapkan dalam waktu dekat akan segera bisa diluncurkan.

Upaya reformasi yang direncanakan ini dalam implementasinya tidak mudah, mengingat dalam reformasi mikro ada potensi terjadinya trade-off, khususnya biaya transisi jangka pendek. Contohnya maraknya demo buruh yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 walaupun mereka sendiri tidak tahu substansi perubahan yang diusulkan.

Dukungan stakeholder untuk mengetengahkan kepentingan nasional yang lebih besar sangat dibutuhkan untuk menjamin agar proses reformasi ini bisa berjalan demi memperkuat kapasitas bangsa bersaing di pasar global.

Jika sekarang dunia hanya melihat China dan India, kita harus mampu mengubah Indonesia dari the big sleeper mengutip istilah majalah Newsweek menjadi big giant. Jika China dan India bisa, mengapa kita tidak.

Baca Juga: Berdoalah, Cara Terbaik Agar Keinginan Tercapai

Comments

Popular Posts