Zakat Profesi di Dunia Kerja
Oleh: Krisnanda
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya instrument zakat profesi di samping zakat fitrah dan zakat maal (zakat harta). Dengan munculnya zakat profesi ini memunculkan banyak perbincangan. Mereka yang menentang penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat
Islam dan merupakan hal baru yang diada-adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi tersebut.Zakat profesi
itu sendiri merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi atau
hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Zakat profesi memang belum dikenal dalam
khazanah keilmuan Islam, jadi banyak diperdebatka terkait hukum pemberlakuannya.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai bagaimana hukum pemberlakuan zakat profesi tersebut.
Baca Juga: Berdoalah, Cara Terbaik Agar Keinginan Tercapai
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan sedikit paparan di atas, maka penulis merumuskan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah hukum pemberlakuan zakat profesi di dunia kerja?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Macam – macam Zakat
الزَّكَاة فِي
اللُّغَة النمو وَالْبركَة وَكَثْرَة الْخَيْر[1]
Zakat menurut bahasa
artinya: tumbuh, berkat, atau banyak kebaikan.
وَهِي فِي
الشَّرْع اسْم لقدر من المَال مَخْصُوص يصرف لأصناف مَخْصُوصَة بشرائط وَسميت بذلك
لِأَن المَال يَنْمُو ببركة إخْرَاجهَا ودعا الْآخِذ.[2]
قَالَ الله تَعَالَى (وَمَا
آتيتم من زَكَاة تُرِيدُونَ وَجه الله فَأُولَئِك هم المضعفون)
Menurut
istilah
(ahli fiqh) artinya: kadar harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok
– kelomok tertentu dengan berbagai syarat. Dinamakan demikian karena harta itu
tumbuh (berkembang) sebab diberikannya pada orang dan doa penerima.
[3](تجب الزَّكَاة
فِي خَمْسَة أَشْيَاء الْمَوَاشِي والأثمان والزروع وَالثِّمَار وعروض التِّجَارَة)
Harta
yang wajib dizakati ada 5 macam, yaitu: (1) Ternak,
(2) Emas dan perak (alat tukar), (3)Tanaman (hasil tanaman), (4) Buah – buahan,
(5) Barang dagangan.
ثمَّ وجوب الزَّكَاة ثَابت بِالْكتاب وَالسّنة
وَإِجْمَاع الْأمة قَالَ الله تَعَالَى (وَآتوا الزَّكَاة)[4]
Keharusan
zakat ditetapkan oleh al-Qur`an dan as-sunnah.
Firman
Allah dalam al-Qur`an:
.(البقرة: 43).واتوا الزكاة .....
Artinya: “dan
tunaikanlah zakat”. (al-Baqarah: 43)
Sabda Nabi saw: بني الاسلام علي
خمس:........ الزكاة (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Agama
Islam didirikan atas 5 rukun:........ zakat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Zakat menjadi
salah satu rukun Islam, siapa yang mengingkarinya maka ia menjadi kafir
(kecuali yang termasuk mualaf).
ثمَّ الزَّكَاة نَوْعَانِ: أَحدهَا يتَعَلَّق
بِالْبدنِ وَهِي زَكَاة الْفطر وَسَتَأْتِي إِن شَاءَ الله تَعَالَى فِي محلهَا.
وَالثَّانِي يتَعَلَّق بِالْمَالِ وَهِي هَذِه الْأُمُور الَّتِي ذكرهَا الشَّيْخ
وَسَتَأْتِي مفصلة فِي محلهَا إِن شَاءَ الله تَعَالَى وَالله أعلم[5].
Maksud dari kutipan diatas adalah: Zakat ada 2
macam. Yaitu yang berhubungan dengan diri disebut “zakat fitrah” dan yang kedua
berhubungan dengan harta, disebut “zakat maal”.
B.
Zakat Atsman (emas, perak dan mata uang)
Yang dimaksud atsman adalah emas, perak, dan
mata uang yang berfungsi sebagai mata uang atau tolak ukur kekayaan.
Dalil wajibnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Yang
artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ
صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ
القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ،
فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ
فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا
إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ[6]
Yang
artinya: “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan
zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari
api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi,
rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan
disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama
dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke
surga atau ke neraka.”
Dari ‘Amr bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda,
وَلاَ
فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ
مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْء[7]
Yang artinya: “Tidak ada zakat jika emas
kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.”
C.
Zakat Profesi
Dalam bahasa Arab, zakat penghasilan dan
profesi lebih populer disebut dengan istilah zakatu kasb al-amal wa al-mihan
al- hurrah (زكاةُ
كَسْبِ العَمَلِ والمـهَنِ الحُرَّةِ), atau zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas.[8] Zakat
profesi didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau
keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang
atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer,
yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan
uang. Misalnya profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan
sebagainya. Kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena
profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang
begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang
berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan
antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang
banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan, notaris,
dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar
tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak. Adapun pekerjaan atau keahlian
profesional tersebut bisa dalam bentuk usaha fisik, seperti pegawai atau buruh,
usaha pikiran dan ketrampilan seperti konsultan, insinyur, notaris dan dokter,
usaha kedudukan seperti komisi dan tunjangan jabatan, dan usaha lain seperti
investasi. Hasil usaha profesi juga bisa bervariasi, misalnya hasil yang teratur
dan pasti setiap bulan, minggu atau hari seperti upah pekerja dan pegawai atau
hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti, seperti
kontraktor dan royalti pengarang.
Baca Juga: SIAPKAN DIRI UNTUK RAMADHAN
Hukum Zakat Profesi
Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan
zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah
sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi
dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib
pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun.[9]
Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat
yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Al-Hasan
AlBashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh
lainnya.[10]
Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan
zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau ketika menerimanya. Jika sudah
dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan
zakat lagi pada akhir tahun.[11]
Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai
yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat
pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul. Menurut al-Qaradhawi nishab zakat
profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah
2,5%. Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut
Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal
al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru
yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan,
seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi
mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan
sebagian tabi’in (seperti AzZuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan
zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul
(dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan alQaradhawi melemahkan hadis
yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa
Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR
Abu Dawud).[12]
Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan
mencapai nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan
setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan
kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena
khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan
adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat
itu ta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq.[13]
Baca Juga: KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
D.
Kesimpulan
Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai
nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap
bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor
sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir
ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati yang tentu akan mendapatkan
adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat
itu ta’abbudi
(pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq.
Daftar Pustaka
Abubakar,
Imam Taqiyuddin bin Muhammad Al Husaini. كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار..
Bab. Zakat.
Hlm. 251. (PDF).
[1] Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al
Husaini, كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار.. Bab. Zakat. Hlm. 251. (PDF).
[2] Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al
Husaini, كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار.. Ibid,.
[3] Ibid,...
[4] Ibid,....
[5] Ibid,.. hlm. 251
[6] HR. Muslim no. 987
[7] HR. Ad Daruquthni 2: 93. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815.
[8] Yusuf al-Qaradawi, Fiqh
az-Zakah, (Kairo: Maktabah Wahbah, cet. 25, 2006), vol. 1, hlm. 488-519
[9] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865. pdf
[10] Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, II/866. Pdf
[11] Wahbah az-Zuhaili, Ibid.
[12] Ibid...
[13] Ibn Rusyd. Bidâyat al-Mujtaahid, jilid 1 (t.t. Mustafa babi
halabi, 1379 H- 1960 M ), 252-253.
Kalah gak mau zakat profesi gpp kan kak? Zakat fitrah saja gg wajib.
ReplyDelete