TEORI HARGA ISLAMI



Oleh: Krisnanda

I.         Pendahuluan

Perekonomian merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan suatu negara. Perekonomian suatu negara yang baik dapat menjamin kesejahteraan dan ketentraman masyarakatnya. Dalam hal ini yang menjadi salah satu penunjang perekonomian suatu negara dapat dilihat dari kesehatan pasar. Pada dasarnya, kesehatan pasar sangat bergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan harga yang seimbang yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Jika kondisi ini tidak ada pelanggaran dan keadaannya normal, maka harga akan stabil. Jika sebaliknya, terjadi persaingan yang tidak fair, maka keseimbangan harga akan terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum.[1]

Pemerintah Islam, sejak Rasulullah SAW di Madinah fokus pada masalah keseimbangan harga, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan harga.[2]

Tulisan ini akan berfokus pada teori harga Islami yang menimbulkan pertanyaan banyak masyarakat dalam menetapkan harga yang Islami dalam suatu pasar. Harga termasuk hal krusial yang menentukan baiknya suatu manfaat barang yang dibeli dengan suatu nilai tertentu. Tidak heran masyarakat berlomba – lomba dalam memenuhi kebutuhannya mencari barang yang harganya sesuai dengan manfaat dan kemaslahatannya.

II.      Terminologi Harga

       Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong, harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.[3]          

       Menurut Basu Swasta dan Irawan harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapat sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.[4]

       Kita ketahui bahwa objek dari ilmu ekonomi adalah konsumen, produsen dan goverment. Semua objek tersebut akan dipertemukan dalam mekanisme pasar, baik pasar tenaga kerja, pasar barang ataupun pasar modal. Dengan kata lain, mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu.

       Di dunia perdagangan Arab, yaitu pada masa zaman kenabian sudah ada pemikiran yang menjadi kesepakatan bersama bahwa tinggi rendahnya permintaan terhadap barang komoditas ditentukan oleh harga barang yang bersangkutan. Pemahaman saat itu mengatakan bahwa bila tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang maka harga akan murah.[5]

       Hal ini sejalan dengan pendapat Mannan dalam Thalis (2009) yang mengatakan bahwa dalam ekonomi bebas, demand dan supply komoditi menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkat kelangkaan pemasokan dan pengadaan. Peningkatan permintaan suatu komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen untuk memproduksi barang lebih banyak.[6]

III.   Fungsi Harga dan Tujuan Penentuan Harga

Menurut Tjiptono (1997) harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan informasi.[7]

a.       Peranan alokasi dari harga yaitu fungsi harga dlam membatu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pemebeli membandingkan harga dari berbagai alternatif dari yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

b.      Peranan informasi dari harga yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor prduk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.

Di dalam menentukan harga jual, tujuan ini berasal dari perusahaan atau pedagang itu sendiri, harus mengadakan pendekatan terhadap penetuan harga berdasarkan tujuan yang hendak dicapainya, karena tujuan tersebut dapat memberikan arah dan keselarasan pada kebijaksanaan yang diambil perusahaan atau pelaku usaha.

Penentuan tingkat harga tersebut, biasanya dilakukan dengan mengadakan beberapa perubahan untuk menguji pasarnya, apakah menerima atau menolak? Jika pasarnya menerima penawaran tersebut, berarti harga tersebut sudah sesuai. Tetapi jika mereka menolak, maka harga tersebut perlu diubah secepatnya. Jadi ada kemungkinan keliru tentang keputusan harga yang diambil. Disini kita perlu meninjau apakah yang menjadi tujuan bagi penjual dalam menetapkan harga produknya.[8] Tujuan-tujuan tersebut yakni:

a.       Meningkatkan penjualan.

b.      Mempertahankan dan memperbaiki market share.

c.       Stabilitas harga.

d.      Mencapai target pengambilan investasi.

e.       Mencapai laba maksimum dan sebagainya.

Oleh karena itu pelaku usaha perlu menetukan tujuan utama agar fokus menjadi lebih jelas. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas ada bebrapa hal yang perlu dipertimbangkan.

IV.   Faktor Penentu Harga

Dalam penetuan harga jual, tingkat harga terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: kondisi perekonomian, penawaran dan permintaan, elastisitas permintaan, persaingan biaya, tujuan menejer atau penjual, dan pengawasan pemerintah.[9]

a.    Kondisi perekonomian yaitu; keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang berlaku. Faktor ekonomi seperti booming, inflasi, dan suku bunga mempengaruhi keputusan penetapan harga karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi persepsi konsumen terhadap harga dan nilai produk dan biaya memproduksi suatu produk.

b.    Penawaran dan permintaan yaitu; Permintaan yaitu sejumlah barang yang dibeli kepada seorang penjual pada tingkat harga tertentu. Sedangkan penawaran yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga tertentu.

c.    Elastisitas permintaan yaitu; faktor lain yang dapat mempengaruhi penentuan harga adalah sifat permintaan pasar. Sebenarnya sifat permintaan pasar tidak hanya mempengaruhi penentuan harganya tetapi juga mempenaruhi volume yang dapat dijual. Untuk beberapa junis barang, harga dan volume penjualan ini berbanding terbalik, artinya jika terjadi kenaikan harga maka penjualan akan menurun dan sebaliknya.

d.    Persaingan biaya yaitu; harga jual beberapa macam barang sering dipengaruhi oleh keadaan pesaingan yang ada.barang-barang dari hasil pertanian misalnya, dijual dalam keadaan persaingan murni (pure competition). Dalam persaingan ini penjual yang berjumlah banyak aktif menghadapi penjual yang banyak pula. Sedangkan biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan.

e.    Tujuan manajer/penjual yaitu; penetapan harga suatu barang sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Setiap pelaku usaha tidak selalu mempunyai tujuan sama dengan pelaku usaha lain. Tujuan-tujuan yang hendak dicapaiantara lain:

1)   Laba maksimum,

2)   Volume penjualan tertentu,

3)   Penguasaan pasar,

4)   Kembalinya modal yang tertanam dalam jangka waktu tertentu, dan

f.     Pengawasan pemerintah yaitu; suatu faktor penting dalam penetuan harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk: penetuan harga maksimum dan minimum, diskriminasi harga serta praktek-praktek lain yang mendorong atau mencegah usaha kearah monopoli.

Dalam hal ini, Ibn Taimiyah adalah seorang pelopor dalam penjelasannya tentang penentuan harga dalam hubungannya dengan penawaran dan permintaan. Schumpeter menuliskan “As regards the theory of the mechanism of pricing there is very little to report before the middle of the eighteen century”.

Ibnu Taimiyah juga melakukan pembahasan mengenai tingkat harga oleh pemerintah serta juga memberi perhatian pada monopoli, oligopoli, dan monopsoni. Masyarakat pada masa Ibn Taimiyah beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar. Anggapan ini dibantah oleh Ibn Taimiyah. Dengan Tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.[10]

Ia menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang – barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kalangan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin juga tindakan yang tidak adil.[11]

Menurut Ibn Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah. Hal tersebut menunjukan sifat pasar yang impersonal. Dibedakan pula dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbuhan.

Menurut Ibn Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung pada besarnya perubahan penawaran atau permintaan.

Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan.

Adapun fakor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran antara lain adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan data melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai. Permintaan terhadap barang acapkali berubah. Perubahan tersebut bergantung pada jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya kuat-lemahnya dan besar kecilnya kebutuhan terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibn Taimiyah telah mengasosiasikan harga tinggi dengan intensitas kebutuhan sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total kebutuhan pembeli. Bila kebutuhan kuat dan besar, harga akan naik. Demikian pula sebaliknya.

Harga juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan terhadap orang – orang yang terlibat dalam transaksi. Bila seseorang cukup mampu dan terpercaya dalam membayar kredit, penjual akan senang melakukan transaksi dengan orang tersebut. Namun apabila kredibilitas seseorang dalam masalah kredit telah diragukan, penjual akan ragu untuk melakukan transaksi dengan orang tersebut dan cendrung memasang harga tinggi. Demikian juga apabila menggunakan kontrak.

Pada tempat yang lain Ibn Taimiyah mengemukakan relevansi antara kredit terhadap penjualan. Karena itu kita dapat berkesimpulan bahwa transaksi kredit merupakan hal yang wajar pada saat itu. Ketika menerapkan harga, para penjual harus memperhatikan ketidakpastian pembayaran pada masa yang akan datang. Ia juga menengarai kemungkinan penjual menawarkan diskon untuk transaksi tunai. Dengan demikian. Ibn Taimiyah bukan saja menyadari kekuatan penawaran dan permintaan, melaikan juga menyadari insentif, disinsentif, ketidakpastian, dan risiko yang terlibat dalam transaksi pasar.

Menarik untuk dicatat bahwa tampaknya Ibn Taimiyah mendukung kebebasan untuk keluar masuk pasar. Ia misalnya menyatakan bahwa memaksa orang agar menjual berbagai benda yang tidak diharuskan untuk menjualnya atau melarang mereka menjual barang – barang yang diperbolehkan untuk dijual, merupakan suatu hal yang tidak adil dan karenanya melanggar hukum.

Ibn Taimiyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan pasar yang tidak sempurna, Ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal padahal orang – orang membutuhkan barang – barang ini, maka para penjual diharuskan untuk menjualnya pada tingkat harga ekuivalen. Secara kebetulan, konsep ini bersamaan artinya dengan apa yang disebut sebagai harga yang adil. Selanjutnya, bila ada elemen – elemen monopoli, pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli.[12]

V.      Konsep dan Regulasi Harga dalam Islam

Islam sangat menjunjung tinggi keadilan (al-‘adl/justice), termasuk juga dalam penetuan harga. Terdapat beberapa terminologi dalam bahasa arab yang maknanya menuju kepada harga yang adil ini. Antara lain: si’r almitsl, tsaman al mitsl dan qimah al-‘adl. Istilah qimah al’adl (harga yang adil) pernah digunakan dalam Rasulullah SAW, dalam mengomentari kompensasi bagian bagi pembebasan budak, dimana budak ini akan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil (shahih muslim). Penggunaan istilah ini juga ditemukan dalam laporan tentang Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Umar bin Khattab menggunakan istilah harga yang adil ini ketika menetapkan nilai baru atas diyat (denda), setelah nilai dirham turun sehingga harga-harga naik.

Konsep harga yang adil yang didasarkan atas konsep equivalen price jelas lebih menunjukan pandangan yang maju dalam teori harga dengan konsep just price. Konsep just price hanya melihat harga dari sisi produsen sebab mendasari pada biaya produksi saja. Konsep ini jelas memberikan rasa keadilan dalam perspektif yang lebih luas, sebab konsumen juga memiliki penilaian tersendiri atas dasar harga suatu barang. Itulah sebab nya syariah islam sangat menghargai harga yang terbentuk atas dasar kekuatan permintaan dan penawaran di pasar.

Penentuan harga haruslah adil, sebab keadilan merupakan salah satu prinsip dasar dalam semua transaksi yang islami. Bahkan, keadilan sering kali dipandang sebagai inti sari dari ajaran islam dan dinilai Allah sebagai perbuatan yang lebih dekat dengan ketakwaan.[13]

Pada masa Rasulullah, dalam ekonomi Islam hal-hal yang tetap dalam harga yang sama ditentukan oleh operasi bebas kekuatan pasar. Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan campur tangan apa pun dalam proses penetuan harga oleh negara atau individual. Di samping menolak untuk mengambil aksi langsung apa pun, beliau melarang praktek-praktek bisnis yang dapat membawa kepada kekurangan pasar. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW menghapuskan pengaruh kekuatan ekonomi atas mekanisme harga.[14]

Dalam hal penentuan harga, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ditentukan melalui mekanisme pasar. Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: “Wahai Rasulullah, tentukanlah harga (ta’sir) untuk kita. Beliau menjawab: “Allah SWT itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharap dapat menemui Tuhanku dimana salah satu diantara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.”[15]

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melarang adanya intervensi harga dari siapapun juga. Praktek-praktek dalam mengintervensi harga adalah perbuatan yang terlarang.

Selain melarang adanya intervensi harga, ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang tidak dapat melambungkan harga seenaknya seperti larangan menukar kualitas mutu barang dengan kualitas rendah dengan harga yang sama serta mengurangi timbangan barang dagangan. Beberapa larangan lainnya adalah:

a.       Larangan Najsy

Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana seorang penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najsy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeli. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran terhadap barang tanpa bermaksud untuk membeli (H.R. Tirmidzi).

b.      Larangan Bay‘ Ba’dh ‘Ala Ba’dh

Praktek bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah melarang praktek semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.

c.       Larangan Tallaqi Al-Rukban

Praktek ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba di pasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau memerintahkan agar barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami.

Harga sebuah komoditas (barang dan jasa) ditentukan oleh permintaan dan penawaran, perubahan yang terjadi pada harga berlaku juga ditentukan oleh terjadinya perubahan permintaan dan perubahan penawaran. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas Ra bahwasanya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa dimasa Rasulullah Saw, maka sahabat meminta Nabi untuk menentukan harga pada saat itu, lalu beliau bersabda yang artinya: “Bahwasanya Allah adalah Zat yang mencabut dan memberi sesuatu, Zat yang memberi rezeki dan penentu harga”. Dengan demikian pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu Taimiyah menyatakan jika masyarakat melakukan tranasaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apa pun dan terjadi perubahan harga, maka ini merupakan kehendak Allah. Harus diyakini nilai konsep Islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak manapun untuk menentukan harga.[16]

VI.   Penutup

       Harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.

       Dalam menentukan harga, Ibnu Taimiyah  dengan tegas mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Ia menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang – barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya.

Daftar Pustaka

A. Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007

Asmuni,  Penetapan Harga dalam Islam: Perspektif Fikih dan Ekonomi, (tanpa tahun).

Cahyadi, Thalis Noor. TEORI HARGA ISLAMI PANDANGAN KRITIS TERHADAP KONSEP HARGA KAPITALIS (Kajian Pemikiran M. Abdul Mannan
dalam “Islamic Economics, Theory and Practice”)
. JURNAL LITERASI, Edisi 2, Tahun 1, Juni 2009

Fachruddin, et al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Rasulullah SAW.

Khan, Muhammad Akram., Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia.

Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. Prinsp-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12. Jakarta: Erlangga. 2006

Nasution, Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, cet II. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007

Qardawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Cetakan Keempat, Hadis Nomor 1314, Bab Al-Buyuu’. Jakarta: Robbani Press. 2004

Swasta, Basu dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 2008

Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi. 1997



[1] Asmuni, Penetapan Harga dalam Islam: Perspektif Fikih dan Ekonomi, hlm. 1

[2] Asmuni., Ibid., hlm. 1

[3] Philip Kotler dan Gary Amstrong, Prinsp-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12. Jakarta:Erlangga, 2006, hlm. 345

[4] Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008, hlm. 241

[5] Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islam, Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm.  18

[6]  Thalis Noor Cahyadi, TEORI HARGA ISLAMI PANDANGAN KRITIS TERHADAP KONSEP HARGA KAPITALIS (Kajian Pemikiran M. Abdul Mannan

dalam “Islamic Economics, Theory and Practice”). JURNAL LITERASI, Edisi 2, Tahun 1, Juni 2009, hlm. 52

[7] Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.1997, hlm. 152

[8]  Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008),hlm. 242

[9]  Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008), hlm.242

[10]  Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islam, Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 144

[11] Adiwarman A. Karim. Ibid., hlm. 144

[12] Adiwarman A. Karim. Ibid., hlm. 147

[13] Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Cetakan Keempat, Hadis Nomor 1314, Bab Al-Buyuu’. Jakarta: Robbani Press. 2004, hlm.351

[14] Fachruddin, et al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Rasulullah SAW.

[15] Nasution, Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta cet II, 2007

[16] Akram Khan, Muhammad, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia

Comments

Popular Posts