TEORI HARGA ISLAMI
I.
Pendahuluan
Perekonomian merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan
suatu negara. Perekonomian suatu negara yang baik dapat menjamin kesejahteraan
dan ketentraman masyarakatnya. Dalam hal ini yang menjadi salah satu penunjang
perekonomian suatu negara dapat dilihat dari kesehatan pasar. Pada dasarnya,
kesehatan pasar sangat bergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan
harga yang seimbang yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara
kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Jika kondisi ini tidak ada
pelanggaran dan keadaannya normal, maka harga akan stabil. Jika sebaliknya,
terjadi persaingan yang tidak fair, maka keseimbangan harga akan
terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum.[1]
Pemerintah Islam, sejak Rasulullah SAW di Madinah fokus pada
masalah keseimbangan harga, terutama pada bagaimana peran negara dalam
mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan
harga.[2]
Tulisan ini akan berfokus pada teori harga Islami yang menimbulkan
pertanyaan banyak masyarakat dalam menetapkan harga yang Islami dalam suatu
pasar. Harga termasuk hal krusial yang menentukan baiknya suatu manfaat barang
yang dibeli dengan suatu nilai tertentu. Tidak heran masyarakat berlomba –
lomba dalam memenuhi kebutuhannya mencari barang yang harganya sesuai dengan
manfaat dan kemaslahatannya.
II.
Terminologi Harga
Menurut Philip Kotler
dan Gary Amstrong, harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk
atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk
memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.[3]
Menurut Basu Swasta dan
Irawan harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang
dibutuhkan untuk mendapat sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.[4]
Kita ketahui bahwa objek
dari ilmu ekonomi adalah konsumen, produsen dan goverment. Semua objek
tersebut akan dipertemukan dalam mekanisme pasar, baik pasar tenaga kerja,
pasar barang ataupun pasar modal. Dengan kata lain, mekanisme pasar adalah
terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan
tingkat harga tertentu.
Di dunia perdagangan
Arab, yaitu pada masa zaman kenabian sudah ada pemikiran yang menjadi
kesepakatan bersama bahwa tinggi rendahnya permintaan terhadap barang komoditas
ditentukan oleh harga barang yang bersangkutan. Pemahaman saat itu mengatakan
bahwa bila tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia
banyak barang maka harga akan murah.[5]
Hal ini sejalan dengan pendapat Mannan dalam Thalis (2009) yang mengatakan bahwa dalam ekonomi bebas, demand dan supply komoditi menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkat kelangkaan pemasokan dan pengadaan. Peningkatan permintaan suatu komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen untuk memproduksi barang lebih banyak.[6]
III.
Fungsi Harga dan Tujuan Penentuan Harga
Menurut Tjiptono (1997) harga memiliki dua peranan utama dalam
proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan
informasi.[7]
a.
Peranan alokasi dari harga yaitu fungsi harga dlam membatu para pembeli
untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang
diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat
membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada
berbagai jenis barang dan jasa. Pemebeli membandingkan harga dari berbagai
alternatif dari yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang
dikehendaki.
b.
Peranan informasi dari harga yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen
mengenai faktor-faktor prduk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat
dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk
atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa
harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.
Di dalam menentukan harga jual, tujuan ini berasal dari perusahaan
atau pedagang itu sendiri, harus mengadakan pendekatan terhadap penetuan harga
berdasarkan tujuan yang hendak dicapainya, karena tujuan tersebut dapat memberikan
arah dan keselarasan pada kebijaksanaan yang diambil perusahaan atau pelaku
usaha.
Penentuan tingkat harga tersebut, biasanya dilakukan dengan mengadakan
beberapa perubahan untuk menguji pasarnya, apakah menerima atau menolak? Jika
pasarnya menerima penawaran tersebut, berarti harga tersebut sudah sesuai.
Tetapi jika mereka menolak, maka harga tersebut perlu diubah secepatnya. Jadi
ada kemungkinan keliru tentang keputusan harga yang diambil. Disini kita perlu
meninjau apakah yang menjadi tujuan bagi penjual dalam menetapkan harga produknya.[8] Tujuan-tujuan
tersebut yakni:
a.
Meningkatkan penjualan.
b.
Mempertahankan dan memperbaiki market share.
c.
Stabilitas harga.
d.
Mencapai target pengambilan investasi.
e.
Mencapai laba maksimum dan sebagainya.
Oleh karena itu pelaku usaha perlu menetukan tujuan utama agar fokus
menjadi lebih jelas. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas ada bebrapa
hal yang perlu dipertimbangkan.
IV.
Faktor Penentu Harga
Dalam penetuan harga jual, tingkat harga terjadi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti: kondisi perekonomian, penawaran dan permintaan,
elastisitas permintaan, persaingan biaya, tujuan menejer atau penjual, dan
pengawasan pemerintah.[9]
a.
Kondisi perekonomian yaitu; keadaan perekonomian sangat
mempengaruhi tingkat harga yang berlaku. Faktor ekonomi seperti booming,
inflasi, dan suku bunga mempengaruhi keputusan penetapan harga karena
faktor-faktor tersebut mempengaruhi persepsi konsumen terhadap harga dan nilai produk
dan biaya memproduksi suatu produk.
b.
Penawaran dan permintaan yaitu; Permintaan yaitu sejumlah barang
yang dibeli kepada seorang penjual pada tingkat harga tertentu. Sedangkan penawaran
yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga
tertentu.
c.
Elastisitas permintaan yaitu; faktor lain yang dapat
mempengaruhi penentuan harga adalah sifat permintaan pasar. Sebenarnya sifat
permintaan pasar tidak hanya mempengaruhi penentuan harganya tetapi juga
mempenaruhi volume yang dapat dijual. Untuk beberapa junis barang, harga dan
volume penjualan ini berbanding terbalik, artinya jika terjadi kenaikan harga
maka penjualan akan menurun dan sebaliknya.
d.
Persaingan biaya yaitu; harga jual beberapa macam barang
sering dipengaruhi oleh keadaan pesaingan yang ada.barang-barang dari hasil
pertanian misalnya, dijual dalam keadaan persaingan murni (pure competition).
Dalam persaingan ini penjual yang berjumlah banyak aktif menghadapi penjual
yang banyak pula. Sedangkan biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab
suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian.
Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya
produksi, biaya operasi maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan.
e.
Tujuan manajer/penjual yaitu; penetapan harga suatu barang
sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Setiap pelaku usaha
tidak selalu mempunyai tujuan sama dengan pelaku usaha lain. Tujuan-tujuan yang
hendak dicapaiantara lain:
1)
Laba maksimum,
2)
Volume penjualan tertentu,
3)
Penguasaan pasar,
4)
Kembalinya modal yang tertanam dalam jangka waktu tertentu,
dan
f.
Pengawasan pemerintah yaitu; suatu faktor penting dalam
penetuan harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk:
penetuan harga maksimum dan minimum, diskriminasi harga serta praktek-praktek
lain yang mendorong atau mencegah usaha kearah monopoli.
Dalam hal ini, Ibn Taimiyah adalah seorang pelopor dalam
penjelasannya tentang penentuan harga dalam hubungannya dengan penawaran dan
permintaan. Schumpeter menuliskan “As regards the
theory of the mechanism of pricing there is very little to report before the
middle of the eighteen century”.
Ibnu
Taimiyah juga melakukan pembahasan mengenai tingkat harga oleh pemerintah serta
juga memberi perhatian pada monopoli, oligopoli, dan monopsoni. Masyarakat pada
masa Ibn Taimiyah beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari
ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin
sebagai akibat manipulasi pasar. Anggapan ini dibantah oleh Ibn Taimiyah.
Dengan Tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran.[10]
Ia
menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan
tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya
adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah
impor barang – barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika
permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang
tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kalangan dan melimpahnya barang
mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin juga tindakan yang
tidak adil.[11]
Menurut
Ibn Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan
dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah
barang yang ditawarkan sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan
pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan
penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan,
kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah. Hal tersebut menunjukan
sifat pasar yang impersonal. Dibedakan pula dua faktor penyebab pergeseran
kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan
melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbuhan.
Menurut
Ibn Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan
dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan penurunan dalam jumlah barang
yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan
pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung pada besarnya perubahan
penawaran atau permintaan.
Bila
seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan
dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan
pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya
penimbunan.
Adapun
fakor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran antara lain adalah
intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan data melimpahnya barang, kondisi
kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai. Permintaan terhadap barang acapkali
berubah. Perubahan tersebut bergantung pada jumlah penawaran, jumlah orang yang
menginginkannya kuat-lemahnya dan besar kecilnya kebutuhan terhadap barang
tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibn Taimiyah telah mengasosiasikan harga
tinggi dengan intensitas kebutuhan sebagaimana kepentingan relatif barang
terhadap total kebutuhan pembeli. Bila kebutuhan kuat dan besar, harga akan
naik. Demikian pula sebaliknya.
Harga
juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan terhadap orang – orang yang terlibat
dalam transaksi. Bila seseorang cukup mampu dan terpercaya dalam membayar
kredit, penjual akan senang melakukan transaksi dengan orang tersebut. Namun
apabila kredibilitas seseorang dalam masalah kredit telah diragukan, penjual
akan ragu untuk melakukan transaksi dengan orang tersebut dan cendrung memasang
harga tinggi. Demikian juga apabila menggunakan kontrak.
Pada
tempat yang lain Ibn Taimiyah mengemukakan relevansi antara kredit terhadap
penjualan. Karena itu kita dapat berkesimpulan bahwa transaksi kredit merupakan
hal yang wajar pada saat itu. Ketika menerapkan harga, para penjual harus
memperhatikan ketidakpastian pembayaran pada masa yang akan datang. Ia juga
menengarai kemungkinan penjual menawarkan diskon untuk transaksi tunai. Dengan
demikian. Ibn Taimiyah bukan saja menyadari kekuatan penawaran dan permintaan,
melaikan juga menyadari insentif, disinsentif, ketidakpastian, dan risiko yang
terlibat dalam transaksi pasar.
Menarik
untuk dicatat bahwa tampaknya Ibn Taimiyah mendukung kebebasan untuk keluar
masuk pasar. Ia misalnya menyatakan bahwa memaksa orang agar menjual berbagai
benda yang tidak diharuskan untuk menjualnya atau melarang mereka menjual
barang – barang yang diperbolehkan untuk dijual, merupakan suatu hal yang tidak
adil dan karenanya melanggar hukum.
Ibn
Taimiyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas
bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan
pasar yang tidak sempurna, Ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan
penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga
normal padahal orang – orang membutuhkan barang – barang ini, maka para penjual
diharuskan untuk menjualnya pada tingkat harga ekuivalen. Secara kebetulan,
konsep ini bersamaan artinya dengan apa yang disebut sebagai harga yang adil.
Selanjutnya, bila ada elemen – elemen monopoli, pemerintah harus turun tangan
melarang kekuatan monopoli.[12]
V.
Konsep dan Regulasi Harga dalam Islam
Islam sangat menjunjung tinggi
keadilan (al-‘adl/justice), termasuk juga dalam penetuan harga. Terdapat
beberapa terminologi dalam bahasa arab yang maknanya menuju kepada harga yang
adil ini. Antara lain: si’r almitsl, tsaman al mitsl dan qimah al-‘adl.
Istilah qimah al’adl (harga yang adil) pernah digunakan dalam Rasulullah
SAW, dalam mengomentari kompensasi bagian bagi pembebasan budak, dimana budak
ini akan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi
dengan harga yang adil (shahih muslim). Penggunaan istilah ini juga ditemukan
dalam laporan tentang Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Umar
bin Khattab menggunakan istilah harga yang adil ini ketika menetapkan nilai
baru atas diyat (denda), setelah nilai dirham turun sehingga harga-harga naik.
Konsep harga yang adil yang
didasarkan atas konsep equivalen price jelas lebih menunjukan pandangan
yang maju dalam teori harga dengan konsep just price. Konsep just price
hanya melihat harga dari sisi produsen sebab mendasari pada biaya produksi
saja. Konsep ini jelas memberikan rasa keadilan dalam perspektif yang lebih
luas, sebab konsumen juga memiliki penilaian tersendiri atas dasar harga suatu
barang. Itulah sebab nya syariah islam sangat menghargai harga yang terbentuk
atas dasar kekuatan permintaan dan penawaran di pasar.
Penentuan harga haruslah adil, sebab
keadilan merupakan salah satu prinsip dasar dalam semua transaksi yang islami.
Bahkan, keadilan sering kali dipandang sebagai inti sari dari ajaran islam dan
dinilai Allah sebagai perbuatan yang lebih dekat dengan ketakwaan.[13]
Pada masa Rasulullah, dalam
ekonomi Islam hal-hal yang tetap dalam harga yang sama ditentukan oleh operasi
bebas kekuatan pasar. Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan campur tangan apa
pun dalam proses penetuan harga oleh negara atau individual. Di samping menolak
untuk mengambil aksi langsung apa pun, beliau melarang praktek-praktek bisnis
yang dapat membawa kepada kekurangan pasar. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW
menghapuskan pengaruh kekuatan ekonomi atas mekanisme harga.[14]
Dalam hal penentuan harga, pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW ditentukan melalui mekanisme pasar. Diriwayatkan
dari Anas bahwa ia mengatakan harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah
SAW. Para sahabat mengatakan: “Wahai Rasulullah, tentukanlah harga (ta’sir)
untuk kita. Beliau menjawab: “Allah SWT itu sesungguhnya adalah penentu
harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharap dapat menemui
Tuhanku dimana salah satu diantara kalian tidak menuntutku karena kezaliman
dalam hal darah dan harta.”[15]
Hadits di atas menunjukkan bahwa
Rasulullah SAW melarang adanya intervensi harga dari siapapun juga.
Praktek-praktek dalam mengintervensi harga adalah perbuatan yang terlarang.
Selain melarang adanya intervensi
harga, ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah SAW untuk menjaga
agar seseorang tidak dapat melambungkan harga seenaknya seperti larangan
menukar kualitas mutu barang dengan kualitas rendah dengan harga yang sama
serta mengurangi timbangan barang dagangan. Beberapa larangan lainnya adalah:
a.
Larangan Najsy
Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana
seorang penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau
menawar dengan harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli
barang dagangannya. Najsy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang
yang dibutuhkan oleh para pembeli. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu
sekalian melakukan penawaran terhadap barang tanpa bermaksud untuk membeli
(H.R. Tirmidzi).
b.
Larangan Bay‘ Ba’dh ‘Ala Ba’dh
Praktek bisnis ini adalah dengan
melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak
yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi atau baru akan
menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah melarang praktek semacam ini karena
hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.
c.
Larangan Tallaqi Al-Rukban
Praktek ini adalah dengan cara
mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut
sebelum tiba di pasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau memerintahkan agar
barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan para
konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami.
Harga sebuah komoditas (barang dan
jasa) ditentukan oleh permintaan dan penawaran, perubahan yang terjadi pada
harga berlaku juga ditentukan oleh terjadinya perubahan permintaan dan
perubahan penawaran. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas
Ra bahwasanya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa dimasa
Rasulullah Saw, maka sahabat meminta Nabi untuk menentukan harga pada saat itu,
lalu beliau bersabda yang artinya: “Bahwasanya Allah adalah Zat yang
mencabut dan memberi sesuatu, Zat yang memberi rezeki dan penentu harga”.
Dengan demikian pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi
terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu Taimiyah menyatakan jika
masyarakat melakukan tranasaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada bentuk
distorsi atau penganiayaan apa pun dan terjadi perubahan harga, maka ini merupakan
kehendak Allah. Harus diyakini nilai konsep Islam tidak memberikan ruang
intervensi dari pihak manapun untuk menentukan harga.[16]
VI.
Penutup
Harga adalah sejumlah
uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang
ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau
menggunakan suatu produk atau jasa.
Dalam menentukan harga, Ibnu Taimiyah dengan tegas mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Ia menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang – barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya.
Daftar Pustaka
A. Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2007
Asmuni, Penetapan Harga dalam Islam: Perspektif
Fikih dan Ekonomi, (tanpa tahun).
Cahyadi, Thalis
Noor. TEORI HARGA ISLAMI PANDANGAN KRITIS TERHADAP KONSEP HARGA KAPITALIS
(Kajian Pemikiran M. Abdul Mannan
dalam “Islamic Economics, Theory and Practice”). JURNAL LITERASI, Edisi 2,
Tahun 1, Juni 2009
Fachruddin, et
al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Rasulullah
SAW.
Khan, Muhammad
Akram., Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits
Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia.
Kotler, Philip
dan Amstrong, Gary. Prinsp-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12. Jakarta:
Erlangga. 2006
Nasution,
Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, cet II. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2007
Qardawi, Yusuf.
Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Cetakan Keempat, Hadis Nomor
1314, Bab Al-Buyuu’. Jakarta: Robbani Press. 2004
Swasta, Basu
dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 2008
Tjiptono, Fandy.
Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi. 1997
[1] Asmuni, Penetapan
Harga dalam Islam: Perspektif Fikih dan Ekonomi, hlm. 1
[2] Asmuni., Ibid.,
hlm. 1
[3] Philip Kotler
dan Gary Amstrong, Prinsp-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12.
Jakarta:Erlangga, 2006, hlm. 345
[4] Basu Swasta
dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,
2008, hlm. 241
[5] Adiwarman A.
Karim. Ekonomi Mikro Islam, Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007, hlm. 18
[6] Thalis Noor Cahyadi, TEORI HARGA ISLAMI
PANDANGAN KRITIS TERHADAP KONSEP HARGA KAPITALIS (Kajian Pemikiran M. Abdul
Mannan
dalam “Islamic
Economics, Theory and Practice”). JURNAL LITERASI, Edisi 2, Tahun 1,
Juni 2009, hlm. 52
[7] Fandy
Tjiptono, Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.1997, hlm. 152
[8] Basu Swasta dan Irawan, Manajemen
Pemasaran Modern (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008),hlm. 242
[9] Basu Swasta dan Irawan, Manajemen
Pemasaran Modern (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008), hlm.242
[10] Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islam,
Edisi ke 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 144
[11] Adiwarman A.
Karim. Ibid., hlm. 144
[12] Adiwarman A.
Karim. Ibid., hlm. 147
[13] Yusuf Qardawi,
Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Cetakan Keempat, Hadis Nomor
1314, Bab Al-Buyuu’. Jakarta: Robbani Press. 2004, hlm.351
[14] Fachruddin, et
al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Rasulullah
SAW.
[15] Nasution,
Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta cet II, 2007
[16] Akram Khan,
Muhammad, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits
Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia
Comments
Post a Comment
Thank You