MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF


Oleh Krisnanda

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia ternyata membawa berbagai persoalan multi-dimensi bagi bangsa ini, untuk mengurangi atau jika bisa menghilangkan kemiskinan ini diperlukan usaha keras yang harus didukung oleh seluruh komponen bangsa. Dalam Islam salah satu dari usaha untuk mengurangi serta mengentaskan kemiskinan adalah dengan adanya syariat zakat yang berfungsi sebagai pemerataan kekayaan. Pendistribusian zakat bagi masyarakat miskin tidak hanya untuk menutupi kebutuhan konsumtif saja melainkan lebih dari itu. Dari sinilah pola pemberian zakat kepada para mustahiq tidak hanya bersifat konsumtif saja, namun dapat pula bersifat produktif.

Sifat distribusi zakat yang bersifat produktif berarti memberikan zakat kepada fakir miskin untuk dijadikan modal usaha yang dapat menjadi mata pencaharian mereka, dengan usaha ini diharapkan mereka akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Tujuan lebih jauhnya adalah menjadikan mustahiq zakat menjadi muzzaki zakat.

Namun realita sekarang ini, kebanyakan lembaga zakat masih menggunakan metode penyaluran zakat dengan cara konsumtif, sehingga membuat masyarakat yang menerima zakat menjadi malas untuk bekerja karena selalu mengharapkan belas kasih dari si kaya, dan hal ini membawa dampak yang negatif terhadap Indonesia yaitu meningkatkan angka pengangguran, sehingga rakyat Indonesia akan semakin menderita, yang miskin akan bertambah miskin, dan yang kaya semakin kaya. Oleh karena itu, supaya rakyat kita hidupnya menjadi makmur dan sejahtera, ada baiknya jika pemberian zakat terhadap mereka yang miskin, tidak hanya diberikan dengan cara konsumtif saja, tetapi juga dengan cara produktif yang tidak hanya bisa mengurangi beban mereka yang kesulitan namun juga bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia khususnya.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan manajemen zakat produktif ?
Bagaimana konsep manajemen zakat produktif dan zakat bagi usaha produktif? 

Tujuan
Memahami apa yang dimaksud dengan manajemen zakat produktif.
Memahami konsep manajemen zakat produktif dan zakat bagi usaha produktif.

PEMBAHASAN

Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Produktif

Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan shahabatnya sebagai modal usaha.

a. Al-Qur’an pentingnya zakat secara mendasar digambarkan dalam ayat sebagai berikut: 

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Yang artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”. (Surat Az-Zariyat Ayat 19).


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah: 277).

b. Al-Hadits pentingnya zakat secara mendasar digambarkan dalam ayat sebagai berikut:

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ (رواه البخاري، كتاب الزكاة، باب لازكاة إلا عن ظهر غنى، رقم: 1338

Artinya: “Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR. Bukhari).

Ayat - ayat al-Qur`an dan Hadits di atas memang belum memberikan gambaran yang pasti tentang bentuk dari pendayagunaan harta zakat dalam bentuk produktif yang dikehendaki oleh nash, namun dalam nash tersebut dapat ditangkap suatu pemahaman bahwa pendayagunaan zakat yang ideal adalah pendayagunaan yang dapat mendatangkan suatu kesejahteraan masyarakat. Maka lebih ideal pula zakat didayagunakan dalam hal produktif agar masyarakat tidak hanya memanfaatkan zakat sebagai hal yang berbau konsumtif akan tetapi dapat menghasilkan suatu yang dapat mensejahterakan kehidupannya.

Kontroversi Zakat Produktif dari 8 golongan penerima zakat itu para mufassir mempersoalkan, apakah bagian yang diterima oleh masing-masing golongan menjadi haknya, sehingga mereka berhak membelanjakannnya ataukah bagian yang diterima mereka itu bukan menjadi miliknya, sehingga mereka hanya diberikan sesuai dengan kedudukannya masing-masing, tak berhak membelanjakannya dengan bebas?. Shihab dalam Tafsir Misbah mengungkapkan bahwa menurut Imam Syafi’i huruf “lam” bermakna kepemilikan sehingga semua yang disebutkan mendapat bagian yang sama, ini dikuatkan dengan kata innamaa (hanya) yang mengandung makna pengkhususan. Sementara ulama pengikut imam Syafi’i berpendapat kalau dibagikan kepada 3 golongan saja sudah cukup.

Menurut Taufiqullah dalam artikelnya “Prospek Zakat Di Era Otonomi” di Media Pembebasan No.09/XXVIII Desember 2001 mengemukakan bahwa pendayaguanaan zakat perlu dilakukan dengan pendekatan skala prioritas yang disesuaikan dengan situasi krisis ekonomi yang melanda negeri Indonesia. Dalam hal ini pendistribusian yang bersifat konsumtif disalurkan bagi asnaf: 

Fakir miskin yang tidak ada harapan untuk memberdayakan diri dan tidak mempunyai kesempatan untuk berusaha secara produktif.

Ibnu sabil, dan Garimin. 

Sedangkan untuk usaha produktif diprioritaskan bagi asnaf: 

Sabilillah yang dipinjamkan tanpa bunga bagi pedagang kaki lima, bantuan SPP bagi Siswa SD-SLTP, sebagian bantuan bagi mahasiswa yang tidak mampu.

Muallaf, dan Biaya operasional-administrasi. 

Dari delapan kelompok penerima zakat di dalamnya terdapat 3 hak zakat yaitu: 
- Hak faqir miskin yang merupakan hak esensial dalam zakat karena Tuhan telah menegaskan bahwa dalam harta kekayaan dan pendapatan seseorang ada hak orang- orang miskin. 
- Hak masyarakat yang karena harta yang didapat seseorang sesungguhnya berasal dari masyarakat juga, terutama kekayaan yang diperoleh dari perdagangan dan badan usaha, hak masyarakat harus dikembalikan lewat jalan fi sabilillah. 
- Hak Allah karena 10 sesungguhnya harta kekayaan seseorang adalah milik Allah, yang diberikan kepada seseorang untuk dinikmati dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. (Huda, 2012).

Pendayagunaan Zakat

Pendayagunaan adalah Bagaimana cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik. Adapun pola pendayagunaan dana zakat merupakan proses optimalisasi pendayagunaan dana zakat agar lebih efektif dan, bermanfaat dan berdaya guna. Bentuk dan Sifat Pendayagunaan / Penyaluran:
- Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja.
- Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategori muzzaki.
- Adapun dari menurut Widodo dalam skripsi karya Syamsudin, pendayagunaan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
- Hibah, zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
- Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahiq dengan catatan harus qardul hasan.
- Pembiayaan, penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul maal dengan mudharib dalam penyaluran zakat. (Syamsudin, 2010).

Manajemen Zakat Produktif

Membicarakan manajemen zakat berarti kita membicarakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasaan pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat itu sendiri.

Perencanaan pengelolaan zakat

Perancanaan strategis kelembagaan

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, saat periode sekarang pada saat rencana dibuat (Fakhruddin, 2008).

Oleh karena itu, maka dalam melakukakan perencanaan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut (Fakhruddin, 2008):

Hasil yang ingin dicapai.

Apa yang akan dilakukan.

Waktu dan skala prioritas.

Dana (kapital).

Perencanaan dengan segala variasinya ditujukan untuk membantu mencapai tujuan suatu lembaga atau organisasi. Ini merupakan prinsip yang penting, karena fungsi perencanaan harus mendukung fungsi manajemen berikutnya, yaitu fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan (Fakhruddin, 2008). Jadi perencanaan zakat pada pokoknya adalah mengerjakan urusan zakat dengan mengetahui apa yang dikehendaki untuk dicapai, baik yang diselesaikan sendiri atau orang lain yang setiap waktu selalu mengetahui apa yang harus dituju. Dalam perencanaan diperlukan semacam kemahiran untuk melakukan, bisa melalui pelatihan atau pengalaman, semakin kompleks perencanaannya, maka semakin diperlukan ketinggian dan kompleks tingkat kemahirannya dalam menilai dan menyusun apa yang diperlukan (Fakhruddin, 2008).

Perecanaan tujuan kelembagaan

Perencanaan yang dimaksud di sini adalah bertujuan untuk melahirkan visi dan misi sebuah lembaga/organisasi zakat. Karena dari visi dan misi inilah nantinya lahir berbagai macam program yang nantinya diaktualisasikan. Misalnya program ekonomi, yaitu (Fakhruddin, 2008):

Pengembangan potensi agrobisnis termasuk industri rakyat berbasis kekuatan lokal.

Pengembangan lembagaa keuangan berbasis ekonomi syariah.

Pemberdayaan masyarakat petani dan pengrajin.

Pemberdayaan keuangan mikro dan usaha riil berupa industri beras, air minum, peternakan, pertanian, dan tanaman keras.

Memberdayakan ekonomi kaum fakir miskin dengan mengutamakan ilmu kail menangkap ikan, dan lain – lain.

Pengorganisasian pengelolaan dana zakat

Sebagai sebuah lembaga, Badan Amil Zakat juga harus dikelola secara profesional dan didasarkan atas aturan-aturan keorganisasian. Untuk terwujudnya suatu organisasi/lembaga yang baik, maka perlu dirumuskan beberapa hal di bawah ini (Fakhruddin, 2008):
- Adanya tujuan yang akan dicapai.
- Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan.
- Adanya wewenang dan tanggung jawab.
- Adanya hubungan satu sama lain.

Adanya penetapan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan atau tugas-tugas yang diembankan kepadanya.

Pelaksanaan dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat
Ada tiga strategi dalam pelaksanaan pengumpulan zakat, yaitu (Fakhruddin, 2008):
- Pembentukan unit pengumpulan zakat.
- Pembukaan kounter penerimaan zakat.
- Pembukaan rekening bank.

Di samping itu, untuk menumbuhkan berzakat, baik untuk pegawai institusional pemerintah maupun swasta, dapat melakukan berbagi cara, misalnya (Fakhruddin, 2008):
- Memberikan wawasan yang benar dan memadai tentang zakat, infaq, sedekah, baik dari epistemologi, terminologi maupun kedudukannya dalam ajaran Islam.
- Manfaat serta hajat dari zakat, infaq, sedekah, khususnya untuk pelakunya maupun para mustahiq zakat.
- Sedangkan untuk pelaksanaan pendistribusian zakat produktif dapat dikategorikan dalam berapa cara yaitu (Fakhruddin, 2008):  

Produktif konvensional

Pendistribusian ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiq dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit, dan sebagainya.

Produktif kreatif

Pendistribusian zakat secara produktif kreatif ialah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk permodalan proyek sosial, seperti membangun sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.

Pengawasan pengelolaan zakat

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara perencanaan dan pengawasan. Oleh karena itu, pengawasan mempunyai peranan atau kedudukan yang sangat penting dalam manajemen, karena mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja itu teratur, tertib, terarah atau tidak (Fakhruddin, 2008).

Zakat Bagi Usaha Produktif

Usaha produktif adalah setiap usaha yang dapat menghasilkan keuntungan (profitable), mempunyai market yang potensial serta mempunyai managemen yang bagus, selain itu bahwa usaha-usaha tersebut adalah milik para fakir miskin yang menjadi mustahiq zakat dan bergerak di bidang yang halal. Usaha-usaha seperti inilah yang menjadi sasaran zakat produktif.

Dalam pendistribusiannya diperlukan adanya lembaga amil zakat yang amanah dan kredibel yang mampu untuk me-manage distribusi ini. Sifat amanah berarti berani bertanggung jawab terhadap segala aktifitas yang dilaksanakannya terkandung didalamnya sifat jujur. Sedangkan professional adalah sifat mampu untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan modal keilmuan yang ada (Hafidhuddin, 2002).

Pola pendistribusian zakat produktif haruslah diatur sedemikian rupa sehingga jangan sampai sasaran dari program ini tidak tercapai. Beberapa langkah berikut menjadi acuan dalam pendistribusian zakat produktif :

Forecasting yaitu meramalkan, memproyeksikan dan mengadakan taksiran sebelum pemberian zakat tersebut.

Planning yaitu merumuskan dan merencanakan suatu tindakan tentang apa saja yang akan dilaksanakan untuk tercapainya program, seperti penentuan orang-orang yang akan mendapat zakat produktif, menentukan tujuan yang ingin dicapai, dan lain-lain.

Organizing dan Leading yaitu mengumpulkan berbagai element yang akan membawa kesuksesan program termasuk di dalamnya membuat peraturan yang baku yang harus di taati.

Controling yaitu pengawasan terhadap jalannya program sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres atau menyimpang dari prosedur akan segera terdeteksi (Ath-Thoilah, 1994).

Selain langkah-langkah tersebut di atas bahwa dalam penyaluran zakat produktif haruslah diperhatikan orang-orang yang akan menerimanya, apakah dia benar-benar termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga mereka adalah orang-orang yang berkeinginan kuat untuk bekerja dan berusaha. Masjfuk Zuhdi menyebutkan bahwa seleksi bagi para penerima zakat produktif haruslah dilakukan secara ketat, sebab banyak orang fakir miskin yang masih sehat jasmani dan rohaninya tetapi mereka malas bekerja. Mereka lebih suka menjadi gelandangan daripada menjadi buruh atau karyawan. Mereka itu tidak boleh diberi zakat, tetapi cukup diberi sedekah ala kadarnya, karena mereka telah merusak citra Islam. Karena itu para fakir miskin tersebut harus diseleksi terlebih dahulu, kemudian diberi latihan-latihan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya, kemudian baru diberi modal kerja yang memadai (Zuhdi, 1997).

Setelah mustahiq penerima zakat produktif ditetapkan selanjutnya adalah Amil zakat harus cermat dan selektif dalam memilih usaha yang akan dijalankan, pemahaman mengenai bagaiamana mengelola usaha sangat penting terutama bagi Amil mengingat dalam keadaan tertentu kedudukannya sebagai konsultan / pendamping usaha produktif tersebut. Di antara syarat-syarat usaha produktif dapat dibiayai oleh dana zakat adalah :

Usaha tersebut harus bergerak dibidang usaha-usaha yang halal. Tidak diperbolehkan menjual belikan barang-barang haram seperti minuman keras, daging babi, darah, symbol-symbol kesyirikan dan lain-lain. Demikian juga tidak boleh menjual belikan barang-barang subhat seperti rokok, kartu remi dan lain sebagainya.

Pemilik dari usaha tersebut adalah mustahiq zakat dari kalangan fakir miskin yang memerlukan modal usaha ataupun tambahan modal. Jika usaha tersebut adalah perusahaan besar maka diusahakan mengambil tenaga kerja dari golongan mustahiq zakat baik kaum fakir ataupun miskin. Setelah usaha yang akan dijadikan obyek zakat produktif ditentukan maka langkah berikutnya yaitu cara penyalurannya. Mengenai penyalurannya dapat dilakukan dengan model pinjaman yang “harus” dikembalikan, kata harus di sini sebenarnya bukanlah wajib, akan tetapi sebagai bukti kesungguhan mereka dalam melakukan usaha.

Yusuf Qaradhawi menawarkan sebuah alternatif bagaimana cara menyalurkan zakat kepada fakir miskin, beliau mengatakan seperti dikutip oleh Masjfuk Zuhdi bahwa orang yang masih mampu bekerja / berusaha dan dapat diharapkan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara mandiri, seperti pedagang, petani, pengrajin, tetapi mereka kekurangan modal dan alat-alat yang diperlukan, maka mereka itu wajib diberi zakat secukupnya sehingga mereka mampu mandiri seterusnya. Dan mereka bisa juga ditempatkan di berbagai lapangan kerja yang produktif yang didirikan dengan dana zakat (Zuhdi, 1997).

Setelah proses penyaluran selesai, maka yang tidak kalah penting adalah pengawasan terhadap mustahiq yang mendapatkan zakat produktif tersebut, jangan sampai dana tersebut disalah gunakan atau tidak dijadikan sebagai modal usaha. Pengontrolan ini sangat penting mengingat program ini bisa dikatakan sukses ketika usaha mustahiq tersebut maju dan dapat mengembalikan dana zakat tersebut. Karena hal inilah yang diharapkan, yaitu mustahiq tersebut dengan usahanya akan maju dan berkembang menjadi mustahiq zakat.

Model pengawasan terhadap bergulirnya dana zakat produktif dapat pula berupa pendampingan usaha, semacam konsultan yang akan mengarahkan para mustahiq dalam menjalankan usahanya. Model pendampingan ini juga hendaknya tidak hanya terfokus kepada usaha yang dikelolanya, melainkan juga dapat mendampingi dan memberikan input dalam hal spiritual mustahiq. Diadakannya kelompok-kelompok pertemuan antar mustahiq penerima zakat produktif dengan pengelola zakat dapat dijadikan momen untuk memberikan tausiah keagamaan, jadi selain untuk mengentaskan kemiskinan keduniaan sekaligus mengentaskan mereka dari kemiskinan spiritual. 

Bagaimana aplikasi penyaluran dana zakat produktif pada masyarakat yang telah dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil zakat di Indonesia? Berikut beberapa contohnya:

Di antara contoh pendistribusian zakat yang bersifat produktif adalah yang telah dilaksanakan oleh BAZKAF PT. Telkom Indonesia dimana mereka memasukan dua unsur produktif dalam penyaluran zakatnya:

Investasi dalam bentuk pinjaman tanpa bunga dan bentuk pemberdayaan SDM yaitu berupa pelatihan keterampilan, bimbingan usaha dan beasiswa.

Modal kerja usaha (Anonimus, 1996).

Sementara BAZ Kabupaten Sukabumi menyalurkan dana zakat yang bersifat produktif kepada para fakir miskin yang lemah kondisi ekonominya dalam bentuk modal usaha yang dengan beberapa variasi program yaitu:
- Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Zakat.
- Bantuan Modal usaha Kecil (BMUK).
- Bantuan Modal Pertanian dan Peternakan.
- Qordul Hasan untuk PNS yang kesulitan pinjaman.

Penguatan BMT.

Program ini ditujukan bagi pengembangan ekonomi produktif di kalangan keluarga miskin. Bentuknya dalam bentuk bantuan permodalan bergulir dan bimbingan usaha, sehingga diharapkan dengan bantuan tersebut sasaran dapat melakukan usaha sendiri secara mandiri dan berpenghasilan tetap untuk keluar dari jerat kemiskinan. Kalau bisa menjadikan usaha ekonomi lemah ini menjadi seorang muzzaki. Program ini juga bisa berbentuk pelatihan usaha, Enterpreuneur School dll.

Adapun prosedurnya adalah bagi para penerima Dana Zakat harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan mengisi formulir permohonan serta akta perjanjian, hal ini diambil sebagai tanda kesungguhan bagi penerima dana mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya sekitar 30 % dana tidak kembali.

Mengenai Enterpreuneur School bisa dalam bentuk Short Course (Kursus singkat) wirausaha bagi siapa saja yang berminat namun diutamakan dari golongan dhuafa dan fakir miskin yang mempunyai keinginan untuk maju dan berkembang. Program ini akan terus berlanjut hingga usaha tersebut benar-benar berdiri dan tugas BAZ adalah mendampingi dan membantu dalam hal manajerial dan pengembangannya.

BAZ DKI Jakarta juga melakukan terobosan baru dalam penyaluran zakat produktif ini, dengan menyalurkan modal usaha, langkah pertama yang dilakukan adalah modal usaha yang diberikan itu harus dikembalikan dalam waktu tertentu untuk disalurkan lagi kepada mustahiq berikutnya, yaitu merupakan pinjaman modal tanpa bunga selama satu tahun, sebagai pendidikan untuk meningkatkan kehidupan yang layak, demikian seperti dikutip oleh Sjechul Hadi Permono.

KESIMPULAN

Manajemen zakat berarti kita membicarakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasaan pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat itu sendiri. Model pengawasan terhadap bergulirnya dana zakat produktif dapat pula berupa pendampingan usaha, semacam konsultan yang akan mengarahkan para mustahiq dalam menjalankan usahanya. Model pendampingan ini juga hendaknya tidak hanya terfokus kepada usaha yang dikelolanya, melainkan juga dapat mendampingi dan memberikan input dalam hal spiritual mustahiq.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. (1996). Pedoman Manajemen Zakat, BAZISKAF. Jakarta: PT Telekomunikasi Indonesia.

As-Sa'di, A. b. (2003). Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir kalam Al-Manan. Kuwait: am'iyyah Ihya At-Turats Al-Islami.

Ath-Thoilah, A. (1994). Managemen. Bandung: Fakultas Syari’ah IAIN.

Fakhruddin. (2008). Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: UIN-Malang Press.

Hafidhuddin, D. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern, Cet. II. Jakarta: Gema Insani Press.

Zuhdi, M. (1997). Masail Fiqhiyyah cet. VII. Jakarta: PT. Gunung Agung.

Comments

Popular Posts