Lembaga Keuangan Publik Islam Arah Menuju Kesejahtraan Bangsa
Bookreview
Penulis : Muhammad
Penerbit : UPP STIM YKPN
Tahun : 2017
Tebal : 478 halaman
Lembaga Keuangan Publik
Islam Arah Menuju Kesejahtraan
Bangsa
Oleh: Krisnanda
A. Pendahuluan
Ilmu ekonomi (economics) merupakan media untuk memahami dan menganalisis keadaan yang dihadapi, khususnya terkait dengan masalah sosial ekonomi.[1] Oleh karena itu, studi ekonomi merupakan ilmu yang berkaitan tentang kesejahteraan, baik kesejahteraan individu maupun kelompok yang lebih besar, yaitu bangsa. Akan tetapi bagaimana Ilmu ekonomi itu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan, dalam konteks inilah, terletak pemasalahan yang sebenarnya. Kerena banyak pelaku ekonomi kehilangan arah dan keseimbangan. Mereka terlalu mementingkan perlingdungan atas hak-hak perorangan, dan mengabaikan kepentingan bersama
dari masyarakat, seperti terjadi dalam sistem kapitalistis, atau menghancur leburkan hak-hak seseorang, seperti dalam sistem komunistis.[2]Sebaliknya,
Islam menghormati kebebasan individu tanpa merusak kepentingan bersama dari
masyarakat. Islam meletakkan keseimbangan yang adil dan merata antara hak
perorangan dan hak masyarakat. Islam mengombinasikan segi-segi yang
menguntungkan dari paham komunisme dan kapitalisme. Islam mengajari manusia
untuk menjaga keseimbangan dan memelihara nilai-nilai rohaniah dan moral,
disamping terus berusaha meningkatkan taraf perekonomiannya. Sebaliknya, Islam
mengutuk dua pandangan hidup yang saling bertentangan. Monasistisme ditolak
karena merupakan falsafah kehidupan yang tidak dapat dipergunakan. Hal ini
berarti bahwa Islam memiliki nilai yang dapat disumbangkan dalam kehidupan
ekonomi masyarakat untuk menjawab masalah ekonomi masyarakat yang berpedoman
pada al-Quran dan Sunnah.[3]
Islam merupakan sebuah
agama yang menaruh
perhatian besar terhadap kesejahteraan umat manusia. Lebih dari itu, anjuran - anjuran agama bersifat dogmatis
banyak menaruh
perhatian terhadap aspek sosial. Misalnnya,
anjuran berbuat kebajikan, dermawan, dan ber-shadaqah kepada orang-orang yang membutuhkan.
B. Lembaga Perekonomian Islam
(Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi)
Buku karya Muhammad dengan judul Lembaga Perekonomian
Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi) menawarkan banyak wawasan tentang
perekonomian terkhusus perekonomian Islam. Dikatakan dalam buku tersebut hal –
hal yang melatar belakangi ditulisnya buku ini yaitu sebagai berikut:[4]
1. Sejarah perkembangan
industri keuangan syari`ah
yang meliputi perbankan, asuransi, dan pasar modal pada dasarnya merupakan
suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya agama Islam sekitar 15 abad
yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di
dalam Islam dikenal kaedah muamalah yang merupakan kaedah hukum atas hubungan
antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan dalam arti yang luas. Namun
demikian, perkembangan penerapan prinsip syari`ah mengalami masa surut selama
kurun waktu yang relatif
lama pada masa imperium Negara – Negara Eropa. Pada masa tersebut Negara –
Negara di Timur Tengah serta Negara – Negara Islam lain hampir semuanya menjadi
wilayah jajahan Negara – Negara Eropa.
2. Dalam perkembangan
selanjutnya, dengan banyaknya Negara Islam yang terbebas dari penjajahan dan
semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka ajaran mulai meraih masa
kebangkita kembali. Sekitar tahun 1960-an banyak cendikiawan muslim dari Negara
– Negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan prinsip
syari`ah Islam dalam industri keuangannya.
Pada awalnya prinsip
syari`ah Islam diterapkan pada industri perbankan. Cairo adalah merupakan yang pertama kali
mendirikan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama Nasser Social Bank yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi
hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser
Social Bank tersebut, kemudian diikuti denngan berdirinya beberapa bank
Islam lainnya seperti Islamic Development
Bank (IDB) dan the Dubai Islamic
pada tahun 1977, Faisal Islamic Bank of
Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan
dan Kuwait Finance House tahun 1997.
3. Penerapan prinsip syari`ah pada sektor di luar
industri perbankan, juga telah dijalankan pada industri asuransi (takaful) dan
industri Pasar Modal (Pasar Modal Syari`ah).
Pada industri Pasar Modal, prinsip syari`ah telah
diterapkan pada instrumen obligasi, saham, dan fund (reksa dana). Adapun negara yang perama kali mengintrodusir
untuk mengimplementasikan prinsip syari`ah di sektor pasar modal adalah “Jordan
dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga telah menyusun daftar hukum
penerbitan obligasi syari`ah. Selanjutnya pada tahun 1978, pemerintah Jordan
melalui Law 13 tahun 1978 telah mengijinkan Jordan Islamic Bank untuk
menerbitkan Muqaradah Bond. Ijin
pernerbitan Muqaradah Bond ini
kemudian ditindak lanjuti dengan penerbitan Muqaradah
Bond Act pada tahun 1981. Sementara pemerintah Pakistan, baru pada tahun
1980 menerbitkan the Madarabas Company dan
Madarabas Ordinance. Pemerintah
Indonesia memulai dengan berdirinya bank Muamalah Indonesia dan percepatan
pertumbuhannya terjadi pada tahun 2000-an.
Secara umum, enerapan prinsip syari`ah dalam industri pasar
modal khususnya pada instrumen saham dilakukan berdasarkan penilaian atas saham
yang diterbitkan oleh masing – masing perusahaan, karena instrumen sahma secara
natural telah sesuai dengan prinsip syari`ah mengingat sifat saham dimaksud
bersifat penyertaan. Para ahli fiqh berpendapat bahwa suatu saham dapat
dikategorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal – hal yang dilarang dalam
syari`ah Islam seperti: alkohol, perjudian, produk yg bahannya dari babi,
pornografi, jasa keuangan yang bersifat konvensional, dan asuransi yang
bersifat konvensional.
4. Sangat terbatasnya buku – buku yang
membahas khusus tentang bagaimana manajemen keuangan syari`ah dilalukandan
tersusun dalam satu kesatuan buku yang utuh sehubung dengan aspek –aspek
manajemen keuangan syari`ah. Sementara, belakangan ini program studi keuangan,
program syari`ah telah banyak diselenggarakan di perguruan tinggi Islam maupun
umum, baik strata sati (S-1) sampai strata tiga (S-3), dan referensi yang ada
masih terpisah – pisah.
Buku ini seyogyanya
dipelajari dan dipandang sebagai rujukan bagi terbangunnya pemahaman masyarakat
baik dari kalangan akademisi maupun non-akademisi tentang pentingnya lembaga
perekonomian Islam. Buku ini sekaligus dimaksudkan untuk melakukan pemaparan
dan gambaran pengaplikasian ide – ide dan inovasi seputar lembaga perekonomian
Islam dengan prespektif hukum, teori, dan aplikasi.
C. Lembaga Ekonomi Social Oriented
Kata
“pranata” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sistem tingkah laku
sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah
laku itu; dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan
manusia di masyarakat; atau institusi. Sedangkan “sosial” berkenaan dengan
masyarakat. Kaitan “pranata sosial” dengan “hukum Islam” secara operasional
didefinisikan sebagai institusi atau lembaga yang berada di masyarakat yang
diatur berdasarkan aturan doktrin Islam. Pada kesempatan ini, maksud lembaga
ialah yang berkaitan dengan ekonomi atau lebih khususnya dengan sistem keuangan
menurut Islam (syariah).
Berdasarkan
studi kepustakaan, beberapa lembaga dan sistem keuangan Islam yang sudah
berdiri sejak peradaban Islam awal (zaman Rasulullah SAW) hingga kini di Indonesia,
ialah: (1) Badan Amil Zakat [BAZ]; (2) Badan Perwakafan Nasional; (3) Baitul
Maal wa Tamwil [BMT]; (4) Bank Syariah; (5) Bank Perkreditan Rakyat Syariah
[BPRS]; (6) Asuransi Syariah; (7) Obligasi Syariah; (8) Pegadaian Syariah; (9)
Reksadana Syariah; dan (10) Badan Arbitrase Syariah Nasional.
Sementara
itu, menurut M. Zaidi Abdad, pada sinopsis bukunya: Lembaga Perekonomian Ummat
di Dunia Islam, menyebutkan bahwa saat ini pelaksanaan lembaga-lembaga
perekonomian umat yang berlandaskan syariah itu belumlah optimal atau dikelola
secara profesional. Semua itu belum melembaga dalam tataran yang aplikatif.
Padahal, sesungguhnya, lembaga perekonomian umat itu jika ditangani secara
profesional dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan umat.
1.
Lembaga Zakat dan Pengembangan Perekonomian Umat
Dalam Islam, zakat adalah
ibadah sosio-economy yang memiliki
posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi doktrin
Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat. Kesadaran berzakat merupakan sebuah keharusan
bagi orang Islam yang diwujudkan melalui upaya memperhatikan hak fakir miskin
dan para mustahik.
Kesadaran berzakat juga
dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan
hartanya serta mensucikan jiwanya. Sebaiknya al-Qur`an dan Hadist memberikan
peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk
diperangi.
Fakta sejarah membuktikan di
zaman sahabat, ummayah dan Abbasiah, ekonomi umat, bila potensi zakat digali
secara optimal. Di zaman Umar Bin Abdul Aziz dalam tempo 30 bulan tidak
ditemukan lagi masyarakat miskin, karena semua muzakki mengeluarkan zakat dan didistribusi tidak sebatas
konsumtif, namun juga secara produktif. Dalam buku ini Muhammad menawarkan
bahwa kenyataan itu harus kita wujudkan saat ini agar kemiskinan yang menjadi
musuh kita dapat diatasi.
Ali bin Abi Thalib pernah
berkata, “seandainya kemiskinan berwujud
seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya”. Maka ucapan khalifah
keempat tersebut ialah mendeklarasikan secara tegas “perang terhadap
kemiskinan”. Pada masa krisis yang masih berlangsung, masalah kemiskinan sedang
menjadi isu penting karena jumlah rakyat miskin membengkak luar biasa, dari
22,5 juta menjadi hampir 100 juta jiwa. Islam menyediakan seperangkat ajaran
yang komprehensif untuk memecahkan masalah kemiskinan, diantaranya melalui
lembaga zakat, infak, sedekah (zis) tersebut.
2.
Lembaga Wakaf dan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Dalam Islam, wakaf merupakan
ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Dalam sejarah Islam
klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan
kesejahtraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan,
pelayanan sosial dan kepentingan umum, keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan
dan peradaban Islam secara umum. Salah satu bentuk wakaf yang berkembang di
zaman klasik Islam bahkan sampai jaman modern ini adalah wakaf tunai.[5]
Dalam buku ini dikatakan
bahwa kemanfaatan wakaf belum optimal kita dapatkan, khususnya di Indonesia.
Wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan, dan madrasah.
Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang
ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan dari
masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari
yang diharapkan.[6]
Idealnya, wakaf dapat
dikelola secara produktif dan dikembangkan menjadi lembaga Islam yang dapat
meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Realnya, bersama dengan zakat, wakaf
menjadi instrumen dalam pengentasan kemiskinan. Pengelolaan wakaf secara
produktif tidak terlepas dari media yang digunakan dalam menunaikan wakaf.[7] Krisis
ekonomi yang mendera negri ini telah mewariskan kemiskinan dan penderitaan pada
masyarakat.
Dalam buku ini dikatakan
bahwa angka kemiskinan berdasarkan definisi yang dipakai pemerintah (Badan
Pusat Statistik/BPS) sendiri lebih kecil, yakni 27% tahun 1999, 15,2% (2000),
15,7% (2001), 14,6% (2002), 13,3% (2003), 12,1% (2004), dan 10,9% (2005). Jika
definisi garis kemiskinan yang dipakai adalah pendapatan US$2 per hari, jumlah
penduduk miskin dari tahun ke tahun adalah 65,1% tahun 1999, 57,9% (2000),
56,7% (2001), 55,1% (2002), 53,4% (2003), 51,5% (2004), dan 49,5% (2005). Angka
kemiskinan 49,5% tahun 2005 ini kira – kira sama dengan level sebelum krisis,
yakni tahun 1996 yang sebesar 50,1%.
Dengan hadirnya lembaga yang
concern dalam mengelola wakaf tunai, maka kontribusi
dalam mengentasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangs akan lebih
terbantu dan dalam jangka waktu tertentu manfaatnya akan lebih signifikan.
Ditilik dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf
uang, maka keberadaan wakaf uang di Indonesia menjadi sangat krusia. Setidaknya
ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia.
1.
Krisis ekonomi lahir dekade 90-an yang
menyisakan banyak permasalahan: jumlah penduduk miskin yang meningkat,
ketergantungan akan utang dan bantuan luar negri.
2.
Kesenjangan yang tinggi akan penduduk kaya
dengan penduduk miskin.
3.
Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim
terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
4.
Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatnya
terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandiria masyarakat dalam
pengadaan public goods.[8]
Meski demikian, dalam buku ini
dikatakan bahwa hal ini bukan sesuatu yang mudah untuk dapat diselesaikan
sejumlah masalah dalam perekonomian nasional. Butuh keseriusan, komitmen dan
juga kerja keras untuk dapat menyelesaikannya. Sebagai contoh, dari hasil
simulasi yang dilakukan oleh Masyita, dkk dalam studi mereka yang bertemakan “A Dynamic Model for Cash Waqf Management a
One of The Alternative Instruments of the Proverty Alleviation in Indonesia” dinyatakan
bahwa:
Based on yhe study result above and various
scenarios proposed, if the gathered fund through cash waqh certificate increase
i.e. IDR 50 million in a day, it will take approximately 11000 days (30 years)
to eliminate proverty and 21000 days (57 years) to increase qualityof live for
Indonesian population with the assumption the others constant.[9]
Pengembangan wakahf tunai
memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka
akan didapat sejumlah keunggulan, diantaranya adalah sebabai berikut:
1.
Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga
seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya
tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih lebih dahulu,
sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif
untuk melakukan ibadah wakaf.
2.
Melalui wakaf uang, aset – aset wakaf yang
berupa tanah – tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung
atau diolah untuk lahan pertanian.
3.
Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian
lembaga – lembaga pendidikan Islam yang cash
flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
4.
Pada gilirannya, insya Alah ummat Islam dapat
lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus selalu harus
terlalu bergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama
semakin terbatas.
5.
Dana wakaf tunai dapat memberdayakan usaha
kecil yang masih dominan di negri ini (99,9% pengusaha di Indonesia dalah usaha
kecil). Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan
bagi hasilnya digunakan untuk kepetingan sosial, dsb.
6.
Dana wakaf tunai dapat membantu perkembangan
bank – bank syari`ah, khususnya BPR Syari`ah. Keunggulan dana wakaf selain
bersifat abadi atau jangka panjang, dana wakaf adalah termurah yang seharusnya
menjadi incaran bank – bank syari`ah.
Dengan adanya lembaga yang
peduli dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalma mengatasi
problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan dan
kesejahtraan akan lebih terasa. Apalagi sebagaimana yang telah dihitung oleh
ekonom, Mustafa E. Nasution, yang mengnatakan bahwa potensi wakaf tunai umat
Islam di Indonesia saat ini mencapai Rp. 3 triliun setiap tahunnya. Bahkan bisa jauh lebih besar. Hal ini
dikarenakan lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (wakif) bisa menjadi sangat
luas dibanding dengan wakaf biasa.
Sertifikat Wakaf Tunai dapat
dibuat dalam berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim
tujuan yang kira – kira memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp.
10.000,-, Rp. 25.000,-, Rp. 50.000,-, Rp. 100.000,-, Rp. 500.000,-, Rp.
1.000.000,-, Rp. 2.000.000,-. Jika jumlah umat Islam yang berwakaf 26 juta
saja, maka bisa dihimpun dana lebih dari 22 triliun lebih.[10]
Dalam bukunya Muhammad
mengatakan bahwa, potensi ini mesti segera digarap secara profesional oleh umat
Islam Indonesia, khususnya lembaga – lembaga wakaf, bahkan oleh lembaga –
lembaga keuangan syari`ah yang tujuannya adalah untuk membantu mensejahtrakan
umat.
Pentingnya pengembangan
wakaf di Indonesia tentunya beriplikasi pada bagaimana pengelolaan wakaf yang
optimal dalam memberikan manfaat bagi masyarakat dan diharap dapat memberi
kesejahtraan pula. Untuk itu diperlukannya manajemen pengelolaan yang
profesional, amanah, transparan, dan accoountable.
Untuk iitu perlu dilaksanakan peningkatan kualitas dan kapanilitas para
nazhir melalui traning, workshop, dan
kegiatan – kegiatan yang mendukung lainnya.
Dalam buku ini pula,
Muhammad menjelaska bahwa dimasukkannya wakaf tunai dalam perundang – undangan
Republik Indonesia melalui Undang – undang No. 41 tahun 2004, merupakan angin
segar dan peluang baru bagi umat Islam Indonesia untuk mengelola dan mengembangkan
suatu potensi dana umat yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan
ekonomi kaum muslimin dan melepaskan umat Islam dari kemiskinan. Bahkan dimungkinkan,
wakaf tunai bisa menjadi jalan alternatif untuk melepas ketergantungan bangsa
ini dari lembaga – lembagakreditor multilateral sekaligus menstimulasi
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas
muslim, eksistensi instrumen syari`ah ini memiliki prospek yang baik dan cerah
serta akan sangat acceptable sehingga
wakaf tunai dperkirakan akan memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan
di Indonesia.[11]
Positivisasi wakaf tunai
melalui UU No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial (social engineering), untuk melakukan
perubahan perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas
dengan semangat UU tersebut. Dengan pengundangan itu juga tidak ada gunanya
lagi memperbanyak wacana khilafiyah tentang
boleh tidaknya wakaf tunai. Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf
tunai disebutkan bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar
yang tidak dimiliki oleh benda lain.[12]
Untuk mengelolan dan
mengembangkan wakaf tunai dengan baik, dibutuhkan SDI yang amanah, profesional,
berwawasam ekonomi, tekun, dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena institusi
wakaf tunai adalah perkara yang baru dalam gerakan wakaf di Indonesia, maka
dibutuhkan sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi
ekonomi syari`ah baik melalui seminar, training,
ceramah maupun tulisan di media massa.
D. Penutup
Buku
ini merupakan buku yang membahas tentang lembaga
perekonomian Islam yang
juga mengkaji dari sisi hukum, teori dan aplikasinya.
Secara keseluruhan, fokus pembahasan buku ini adalah tentang lembaga perekonomian, termasuk di dalamnya zakat dan wakaf yang
merupakan bagian dari keuangan publik Islam.
Buku ini sangat baik
untuk menambah buku literature bagi perguruan tinggi maupun bagi mahasiswa
sebagai bacaan yang bermakna dalam mengenal lembaga
perekonomian Islam.
Buku
ini tepat bagi pemula maupun yang sudah
memahami topik karena dikupas dalam bahasa yang mudah dipahami, terdapat di
belakang buku penjelasan istilah - istilah penting, disertakan dijelaskan
dengan contoh – contoh yang relevan di era sekarang.
Sehingga buku ini penting dibaca untuk menambah wawasan dan horizon tentang lembaga perekonomi Islam sebagai acuan untuk memahami
ataupun mengamalkan di lembaga agar sesuai dengan syari`ah dan tergapainya
kesejahtraan sebagai tujuannya.
Dengan
membaca buku ini pembaca akan memahami dasar
– dasar ajaran Islam dalam bidang mu`amalah sampai memahami lembaga keuangan
publik
Islam. Menurut penulis, buku ini merupakan buku yang lengkap menguraikan baik secara hukum,
teori, dan aplikasi dalam operasional Lembaga Perekonomian Islam. Lembaga
Perekonomian Islam adalah mencakup lembaga yang menjalankan aktivitas ekonomi,
baik itu aktivitas keuangan, bisnis maupun sosial.
Selama ini bahasan tentang keuangan hanya
membahas tentang lembaga bank dan bukan bank. Namun lembaga bisnis riil tidak
pernah dibahas. Terlebih lagi lembaga-lembaga yang beraktivitas dengan
orientasi sosial. Padahal lembaga seperti itu juga memiliki dampak terhadap
geliat ekonomi. Lembaga-lembaga tersebut juga eksis di tengah-tengah
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Fatoni, Siti Nur. Pengantar Ilmu
Ekonomi Dilengkapi Dasar-dasar Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.
Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi).
Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2017.
[1] Siti Nur
Fatoni, Pengantar
Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2014), hal. 5.
[2] Siti Nur Fatoni, Ibid.,. hal. 143
[3] Heri Sudarsono, Konsep
EKONOMI ISLAM Suatu Pengantar, Ekonisia: Yogyakarta. hal. 13.
[4] Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif
Hukum, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2017, hal. v
[5] Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam…, hal. 454
[6] Muhammad, Ibid., hal. 456
[7] Ibid., hal. 456
[8] Ibid., hal.
461
[9] Lihat dalam
Muhammad, Ibid., hal. 462
[10] Muhammad, Ibid., hal. 462
[11] Ibid., hal. 463
[12] Ibid., hal. 464
Comments
Post a Comment
Thank You