Lembaga Keuangan Publik Islam Arah Menuju Kesejahtraan Bangsa

 

Bookreview

Judul Buku      : Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi)

Penulis             : Muhammad

Penerbit           : UPP STIM YKPN

Tahun              : 2017

Tebal               : 478 halaman


Lembaga Keuangan Publik Islam Arah Menuju Kesejahtraan Bangsa

Oleh: Krisnanda


A.  Pendahuluan

Ilmu ekonomi (economics) merupakan media untuk memahami dan menganalisis keadaan yang dihadapi, khususnya terkait dengan masalah sosial ekonomi.[1] Oleh karena itu, studi ekonomi merupakan ilmu yang berkaitan tentang kesejahteraan, baik kesejahteraan individu maupun kelompok yang lebih besar, yaitu bangsa. Akan tetapi bagaimana Ilmu ekonomi itu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan, dalam konteks inilah, terletak pemasalahan yang sebenarnya. Kerena banyak pelaku ekonomi kehilangan arah dan keseimbangan. Mereka terlalu mementingkan perlingdungan atas hak-hak perorangan, dan mengabaikan kepentingan bersama

dari masyarakat, seperti terjadi dalam sistem kapitalistis, atau menghancur leburkan hak-hak seseorang, seperti dalam sistem komunistis.[2]

Sebaliknya, Islam menghormati kebebasan individu tanpa merusak kepentingan bersama dari masyarakat. Islam meletakkan keseimbangan yang adil dan merata antara hak perorangan dan hak masyarakat. Islam mengombinasikan segi-segi yang menguntungkan dari paham komunisme dan kapitalisme. Islam mengajari manusia untuk menjaga keseimbangan dan memelihara nilai-nilai rohaniah dan moral, disamping terus berusaha meningkatkan taraf perekonomiannya. Sebaliknya, Islam mengutuk dua pandangan hidup yang saling bertentangan. Monasistisme ditolak karena merupakan falsafah kehidupan yang tidak dapat dipergunakan. Hal ini berarti bahwa Islam memiliki nilai yang dapat disumbangkan dalam kehidupan ekonomi masyarakat untuk menjawab masalah ekonomi masyarakat yang berpedoman pada al-Quran dan Sunnah.[3]

Islam merupakan sebuah agama yang menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan umat manusia. Lebih dari itu, anjuran - anjuran agama bersifat dogmatis banyak menaruh perhatian terhadap aspek sosial. Misalnnya, anjuran berbuat kebajikan, dermawan, dan ber-shadaqah kepada orang-orang yang membutuhkan.

B.       Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi)

Buku karya Muhammad dengan judul Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi) menawarkan banyak wawasan tentang perekonomian terkhusus perekonomian Islam. Dikatakan dalam buku tersebut hal – hal yang melatar belakangi ditulisnya buku ini yaitu sebagai berikut:[4]

1.      Sejarah perkembangan industri keuangan syari`ah yang meliputi perbankan, asuransi, dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya agama Islam sekitar 15 abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di dalam Islam dikenal kaedah muamalah yang merupakan kaedah hukum atas hubungan antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan dalam arti yang luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syari`ah mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium Negara – Negara Eropa. Pada masa tersebut Negara – Negara di Timur Tengah serta Negara – Negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan Negara – Negara Eropa.

2.      Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya Negara Islam yang terbebas dari penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka ajaran mulai meraih masa kebangkita kembali. Sekitar tahun 1960-an banyak cendikiawan muslim dari Negara – Negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan prinsip syari`ah Islam dalam industri keuangannya.

Pada awalnya prinsip syari`ah Islam diterapkan pada industri perbankan. Cairo adalah merupakan yang pertama kali mendirikan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama Nasser Social Bank yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut, kemudian diikuti denngan berdirinya beberapa bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan the Dubai Islamic pada tahun 1977, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1997.

3.      Penerapan prinsip syari`ah pada sektor di luar industri perbankan, juga telah dijalankan pada industri asuransi (takaful) dan industri Pasar Modal (Pasar Modal Syari`ah). Pada industri Pasar Modal, prinsip syari`ah telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham, dan fund (reksa dana). Adapun negara yang perama kali mengintrodusir untuk mengimplementasikan prinsip syari`ah di sektor pasar modal adalah “Jordan dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga telah menyusun daftar hukum penerbitan obligasi syari`ah. Selanjutnya pada tahun 1978, pemerintah Jordan melalui Law 13 tahun 1978 telah mengijinkan Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan Muqaradah Bond. Ijin pernerbitan Muqaradah Bond ini kemudian ditindak lanjuti dengan penerbitan Muqaradah Bond Act pada tahun 1981. Sementara pemerintah Pakistan, baru pada tahun 1980 menerbitkan the Madarabas Company dan Madarabas Ordinance. Pemerintah Indonesia memulai dengan berdirinya bank Muamalah Indonesia dan percepatan pertumbuhannya terjadi pada tahun 2000-an.

Secara umum, enerapan prinsip syari`ah dalam industri pasar modal khususnya pada instrumen saham dilakukan berdasarkan penilaian atas saham yang diterbitkan oleh masing – masing perusahaan, karena instrumen sahma secara natural telah sesuai dengan prinsip syari`ah mengingat sifat saham dimaksud bersifat penyertaan. Para ahli fiqh berpendapat bahwa suatu saham dapat dikategorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal – hal yang dilarang dalam syari`ah Islam seperti: alkohol, perjudian, produk yg bahannya dari babi, pornografi, jasa keuangan yang bersifat konvensional, dan asuransi yang bersifat konvensional.

4.      Sangat terbatasnya buku – buku yang membahas khusus tentang bagaimana manajemen keuangan syari`ah dilalukandan tersusun dalam satu kesatuan buku yang utuh sehubung dengan aspek –aspek manajemen keuangan syari`ah. Sementara, belakangan ini program studi keuangan, program syari`ah telah banyak diselenggarakan di perguruan tinggi Islam maupun umum, baik strata sati (S-1) sampai strata tiga (S-3), dan referensi yang ada masih terpisah – pisah.

Buku ini seyogyanya dipelajari dan dipandang sebagai rujukan bagi terbangunnya pemahaman masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun non-akademisi tentang pentingnya lembaga perekonomian Islam. Buku ini sekaligus dimaksudkan untuk melakukan pemaparan dan gambaran pengaplikasian ide – ide dan inovasi seputar lembaga perekonomian Islam dengan prespektif hukum, teori, dan aplikasi.

C.  Lembaga Ekonomi Social Oriented

Kata “pranata” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu; dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia di masyarakat; atau institusi. Sedangkan “sosial” berkenaan dengan masyarakat. Kaitan “pranata sosial” dengan “hukum Islam” secara operasional didefinisikan sebagai institusi atau lembaga yang berada di masyarakat yang diatur berdasarkan aturan doktrin Islam. Pada kesempatan ini, maksud lembaga ialah yang berkaitan dengan ekonomi atau lebih khususnya dengan sistem keuangan menurut Islam (syariah).

Berdasarkan studi kepustakaan, beberapa lembaga dan sistem keuangan Islam yang sudah berdiri sejak peradaban Islam awal (zaman Rasulullah SAW) hingga kini di Indonesia, ialah: (1) Badan Amil Zakat [BAZ]; (2) Badan Perwakafan Nasional; (3) Baitul Maal wa Tamwil [BMT]; (4) Bank Syariah; (5) Bank Perkreditan Rakyat Syariah [BPRS]; (6) Asuransi Syariah; (7) Obligasi Syariah; (8) Pegadaian Syariah; (9) Reksadana Syariah; dan (10) Badan Arbitrase Syariah Nasional.

Sementara itu, menurut M. Zaidi Abdad, pada sinopsis bukunya: Lembaga Perekonomian Ummat di Dunia Islam, menyebutkan bahwa saat ini pelaksanaan lembaga-lembaga perekonomian umat yang berlandaskan syariah itu belumlah optimal atau dikelola secara profesional. Semua itu belum melembaga dalam tataran yang aplikatif. Padahal, sesungguhnya, lembaga perekonomian umat itu jika ditangani secara profesional dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan umat.

1.      Lembaga Zakat dan Pengembangan Perekonomian Umat

Dalam Islam, zakat adalah ibadah sosio-economy yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi doktrin Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat.  Kesadaran berzakat merupakan sebuah keharusan bagi orang Islam yang diwujudkan melalui upaya memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik.

Kesadaran berzakat juga dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya. Sebaiknya al-Qur`an dan Hadist memberikan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi.

Fakta sejarah membuktikan di zaman sahabat, ummayah dan Abbasiah, ekonomi umat, bila potensi zakat digali secara optimal. Di zaman Umar Bin Abdul Aziz dalam tempo 30 bulan tidak ditemukan lagi masyarakat miskin, karena semua muzakki mengeluarkan zakat dan didistribusi tidak sebatas konsumtif, namun juga secara produktif. Dalam buku ini Muhammad menawarkan bahwa kenyataan itu harus kita wujudkan saat ini agar kemiskinan yang menjadi musuh kita dapat diatasi.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya”. Maka ucapan khalifah keempat tersebut ialah mendeklarasikan secara tegas “perang terhadap kemiskinan”. Pada masa krisis yang masih berlangsung, masalah kemiskinan sedang menjadi isu penting karena jumlah rakyat miskin membengkak luar biasa, dari 22,5 juta menjadi hampir 100 juta jiwa. Islam menyediakan seperangkat ajaran yang komprehensif untuk memecahkan masalah kemiskinan, diantaranya melalui lembaga zakat, infak, sedekah (zis) tersebut.

2.      Lembaga Wakaf dan Pemberdayaan Ekonomi Umat

Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Dalam sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahtraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam secara umum. Salah satu bentuk wakaf yang berkembang di zaman klasik Islam bahkan sampai jaman modern ini adalah wakaf tunai.[5]

Dalam buku ini dikatakan bahwa kemanfaatan wakaf belum optimal kita dapatkan, khususnya di Indonesia. Wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan, dan madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan dari masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan.[6]

Idealnya, wakaf dapat dikelola secara produktif dan dikembangkan menjadi lembaga Islam yang dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Realnya, bersama dengan zakat, wakaf menjadi instrumen dalam pengentasan kemiskinan. Pengelolaan wakaf secara produktif tidak terlepas dari media yang digunakan dalam menunaikan wakaf.[7] Krisis ekonomi yang mendera negri ini telah mewariskan kemiskinan dan penderitaan pada masyarakat.

Dalam buku ini dikatakan bahwa angka kemiskinan berdasarkan definisi yang dipakai pemerintah (Badan Pusat Statistik/BPS) sendiri lebih kecil, yakni 27% tahun 1999, 15,2% (2000), 15,7% (2001), 14,6% (2002), 13,3% (2003), 12,1% (2004), dan 10,9% (2005). Jika definisi garis kemiskinan yang dipakai adalah pendapatan US$2 per hari, jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun adalah 65,1% tahun 1999, 57,9% (2000), 56,7% (2001), 55,1% (2002), 53,4% (2003), 51,5% (2004), dan 49,5% (2005). Angka kemiskinan 49,5% tahun 2005 ini kira – kira sama dengan level sebelum krisis, yakni tahun 1996 yang sebesar 50,1%.

Dengan hadirnya lembaga yang concern  dalam mengelola wakaf tunai, maka kontribusi dalam mengentasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangs akan lebih terbantu dan dalam jangka waktu tertentu manfaatnya akan lebih signifikan. Ditilik dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf uang, maka keberadaan wakaf uang di Indonesia menjadi sangat krusia. Setidaknya ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia.

1.      Krisis ekonomi lahir dekade 90-an yang menyisakan banyak permasalahan: jumlah penduduk miskin yang meningkat, ketergantungan akan utang dan bantuan luar negri.

2.      Kesenjangan yang tinggi akan penduduk kaya dengan penduduk miskin.

3.      Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

4.      Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatnya terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandiria masyarakat dalam pengadaan public goods.[8]

Meski demikian, dalam buku ini dikatakan bahwa hal ini bukan sesuatu yang mudah untuk dapat diselesaikan sejumlah masalah dalam perekonomian nasional. Butuh keseriusan, komitmen dan juga kerja keras untuk dapat menyelesaikannya. Sebagai contoh, dari hasil simulasi yang dilakukan oleh Masyita, dkk dalam studi mereka yang bertemakan “A Dynamic Model for Cash Waqf Management a One of The Alternative Instruments of the Proverty Alleviation in Indonesia” dinyatakan bahwa:

Based on yhe study result above and various scenarios proposed, if the gathered fund through cash waqh certificate increase i.e. IDR 50 million in a day, it will take approximately 11000 days (30 years) to eliminate proverty and 21000 days (57 years) to increase qualityof live for Indonesian population with the assumption the others constant.[9]

Pengembangan wakahf tunai memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, diantaranya adalah sebabai berikut:

1.      Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih lebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf.

2.      Melalui wakaf uang, aset – aset wakaf yang berupa tanah – tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.

3.      Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga – lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.

4.      Pada gilirannya, insya Alah ummat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus selalu harus terlalu bergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.

5.      Dana wakaf tunai dapat memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negri ini (99,9% pengusaha di Indonesia dalah usaha kecil). Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepetingan sosial, dsb.

6.      Dana wakaf tunai dapat membantu perkembangan bank – bank syari`ah, khususnya BPR Syari`ah. Keunggulan dana wakaf selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana wakaf adalah termurah yang seharusnya menjadi incaran bank – bank syari`ah.

Dengan adanya lembaga yang peduli dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalma mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan dan kesejahtraan akan lebih terasa. Apalagi sebagaimana yang telah dihitung oleh ekonom, Mustafa E. Nasution, yang mengnatakan bahwa potensi wakaf tunai umat Islam di Indonesia saat ini mencapai Rp. 3 triliun setiap tahunnya.  Bahkan bisa jauh lebih besar. Hal ini dikarenakan lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (wakif) bisa menjadi sangat luas dibanding dengan wakaf biasa.

Sertifikat Wakaf Tunai dapat dibuat dalam berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim tujuan yang kira – kira memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp. 10.000,-, Rp. 25.000,-, Rp. 50.000,-, Rp. 100.000,-, Rp. 500.000,-, Rp. 1.000.000,-, Rp. 2.000.000,-. Jika jumlah umat Islam yang berwakaf 26 juta saja, maka bisa dihimpun dana lebih dari 22 triliun lebih.[10]

Dalam bukunya Muhammad mengatakan bahwa, potensi ini mesti segera digarap secara profesional oleh umat Islam Indonesia, khususnya lembaga – lembaga wakaf, bahkan oleh lembaga – lembaga keuangan syari`ah yang tujuannya adalah untuk membantu mensejahtrakan umat.

Pentingnya pengembangan wakaf di Indonesia tentunya beriplikasi pada bagaimana pengelolaan wakaf yang optimal dalam memberikan manfaat bagi masyarakat dan diharap dapat memberi kesejahtraan pula. Untuk itu diperlukannya manajemen pengelolaan yang profesional, amanah, transparan, dan accoountable. Untuk iitu perlu dilaksanakan peningkatan kualitas dan kapanilitas para nazhir melalui traning, workshop, dan kegiatan – kegiatan yang mendukung lainnya.

Dalam buku ini pula, Muhammad menjelaska bahwa dimasukkannya wakaf tunai dalam perundang – undangan Republik Indonesia melalui Undang – undang No. 41 tahun 2004, merupakan angin segar dan peluang baru bagi umat Islam Indonesia untuk mengelola dan mengembangkan suatu potensi dana umat yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan ekonomi kaum muslimin dan melepaskan umat Islam dari kemiskinan. Bahkan dimungkinkan, wakaf tunai bisa menjadi jalan alternatif untuk melepas ketergantungan bangsa ini dari lembaga – lembagakreditor multilateral sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, eksistensi instrumen syari`ah ini memiliki prospek yang baik dan cerah serta akan sangat acceptable sehingga wakaf tunai dperkirakan akan memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan di Indonesia.[11]

Positivisasi wakaf tunai melalui UU No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial (social engineering), untuk melakukan perubahan perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Dengan pengundangan itu juga tidak ada gunanya lagi memperbanyak wacana khilafiyah tentang boleh tidaknya wakaf tunai. Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf tunai disebutkan bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain.[12]

Untuk mengelolan dan mengembangkan wakaf tunai dengan baik, dibutuhkan SDI yang amanah, profesional, berwawasam ekonomi, tekun, dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena institusi wakaf tunai adalah perkara yang baru dalam gerakan wakaf di Indonesia, maka dibutuhkan sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi ekonomi syari`ah baik melalui seminar, training, ceramah maupun tulisan di media massa.

D.  Penutup

Buku ini merupakan buku yang membahas tentang lembaga perekonomian Islam yang juga mengkaji dari sisi hukum, teori dan aplikasinya. Secara keseluruhan, fokus pembahasan buku ini adalah tentang lembaga perekonomian, termasuk di dalamnya zakat dan wakaf yang merupakan bagian dari keuangan publik Islam. Buku ini sangat baik untuk menambah buku literature bagi perguruan tinggi maupun bagi mahasiswa sebagai bacaan yang bermakna dalam mengenal lembaga perekonomian Islam.

Buku ini tepat bagi pemula maupun yang sudah memahami topik karena dikupas dalam bahasa yang mudah dipahami, terdapat di belakang buku penjelasan istilah - istilah penting, disertakan dijelaskan dengan contoh – contoh yang relevan di era sekarang. Sehingga buku ini penting dibaca untuk menambah wawasan dan horizon tentang lembaga perekonomi Islam sebagai acuan untuk memahami ataupun mengamalkan di lembaga agar sesuai dengan syari`ah dan tergapainya kesejahtraan sebagai tujuannya.

Dengan membaca buku ini pembaca akan memahami dasar – dasar ajaran Islam dalam bidang mu`amalah sampai memahami lembaga keuangan publik Islam. Menurut penulis, buku ini merupakan buku yang lengkap menguraikan baik secara hukum, teori, dan aplikasi dalam operasional Lembaga Perekonomian Islam. Lembaga Perekonomian Islam adalah mencakup lembaga yang menjalankan aktivitas ekonomi, baik itu aktivitas keuangan, bisnis maupun sosial.

Selama ini bahasan tentang keuangan hanya membahas tentang lembaga bank dan bukan bank. Namun lembaga bisnis riil tidak pernah dibahas. Terlebih lagi lembaga-lembaga yang beraktivitas dengan orientasi sosial. Padahal lembaga seperti itu juga memiliki dampak terhadap geliat ekonomi. Lembaga-lembaga tersebut juga eksis di tengah-tengah masyarakat.


 

DAFTAR PUSTAKA

Fatoni, Siti Nur. Pengantar Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-dasar Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.

Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2017.

Sudarsono, Heri. 2007. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia


[1] Siti Nur Fatoni, Pengantar Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hal. 5.

[2]  Siti Nur Fatoni, Ibid.,. hal. 143

[3] Heri Sudarsono, Konsep EKONOMI ISLAM Suatu Pengantar, Ekonisia: Yogyakarta. hal. 13.

[4] Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam (Perspektif Hukum, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2017, hal. v

[5] Muhammad, Lembaga Perekonomian Islam, hal. 454

[6] Muhammad, Ibid., hal. 456

[7] Ibid., hal. 456

[8] Ibid., hal. 461

[9] Lihat dalam Muhammad, Ibid., hal. 462

[10] Muhammad, Ibid., hal. 462

[11] Ibid., hal. 463

[12] Ibid., hal. 464

Comments

Popular Posts