Kumpulan Pertanyaan tentang Ekonomi Makro Islam

 


1.     Apakah yang dimaksud dengan zakat menurut bahasa dan istilahnya? bagaimana hukum zakat serta sebutkan 2 dalil dari nash Qur’an dan hadist yang mewajibkan tentang zakat? mengapa perintah zakat di dalam al-Qur’an sering diiringi dengan perintah mendirikan shalat, jelaskan menurut tafsir yang saudara baca?

Jawab: Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu az-zakat. Zakat memiliki makna suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Sedangkan secara istilah syara’ adalah nama suatu ibadah yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam.

Hukum Zakat

Berdasarkan Ijma’, zakat hukumnya wajib.

Dalil tentang Zakat

a.    Surat Al Baqarah ayat 43 :

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´

 

b.     Hadits:

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ)   فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ

Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Meangapa kata zakat beriringan dengan kata sholat dalam surat Al-baqarah ayat 43 diatas? karena keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya seperti halnya kata Tho’at kepada Allah dan Tho’at kepada Rasul. Seseorang yang shalatnya rajin selalu mengerjakan shalat tepat pada waktunya, tetapi kalau dia mampu dalam segi harta dan enggan membayar zakat maka shalat orang tersebut sia-sia.

2.     Uraikan secara jelas, asbabul nuzul perintah menunaikan zakat? sejarah perkembangan zakat pada masa Rasulullah SAW hingga masa khulafaurrasyidin? Dan bagaimana perkembangan zakat di Indonesia ?

Jawaba: Asbabun Nuzul Perintah Zakat

Dalam Q.S At-taubah ayat 103 yang berbunyi :

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui dosa-dosanya. Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Seraya berkata, “ Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk ikut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami.”Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.  Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.

 

-       Sejarah Perkembangan Zakat masa Rasulullah

Dalam buku 125 Masalah Zakat karya Al-Furqon Hasbi disebutkan bahwa awal Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, zakat belum dijalankan. Pada waktu itu, Nabi SAW, para sahabatnya, dan segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Makkah ke Madinah) masih disibukkan dengan cara menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat baru tersebut. Selain itu, tidak semua orang mempunyai perekonomian yang cukup. karena semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Makkah. Meskipun kaum anshar (orang-orang Madinah yang menyambut dan membantu Nabi dan para sahabatnya yang hijrah dari Makkah) telah menyambut mereka dengan bantuan dan keramah-tamahan yang luar biasa. Mereka tidak mau terlalu memebani kaum anshar. Itulah sebabnya mereka bekerja keras demi kehidupan yang baik.

Keahlian orang-orang muhajirin adalah berdagang. Pada suatu hari, Sa'ad bin Ar-Rabi' menawarkan hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, tetapi Abdurrahman menolaknya. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak lama, berkat kecakapannya berdagang, ia menjadi kaya kembali. Bahkan, sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang membawa dagangannya.

Rasulullah SAW menyediakan bagi mereka yang kesulitan hidupnya sebuah shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat tinggal mereka. Oleh karena itu, mereka disebut Ahlush Shuffa (penghuni shuffa). Belanja (gaji) para Ahlush Shuffa ini berasal dari harta kaum Muslimin, baik dari kalangan muhajirin maupun anshar yang berkecukupan.

Setelah keadaan perekonomian kaum Muslimin mulai mapan dan pelaksanaan tugas-tugas agama dijalankan secara berkesinambungan, pelaksanaan zakat sesuai dengan hukumnya pun mulai dijalankan. Di Yatsrib (Madinah) inilah Islam mulai menemukan kekuatannya.

-       Sejarah Perkembangan Zakat Masa Khulafaurrasyidin

a.     Masa Khalifah Abu Bakar Ashidiq

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar Ashidiq. Di masa pemerintahan Abu Bakar, zakat dilakukan dengan merujuk kepada cara-cara pengelolaan zakat yang dilakukan Rasulullah SAW. Namun, persoalan baru muncul, ketika ada orang atau kelompok yang enggan membayar zakat, di antaranya Musailamah Al-Kadzdzab dari Yamamah dan Sajah Tulaihah.

Masalah ini berakar dari pemahaman sebagian umat Islam bahwa perintah zakat yang tertuang dalam surat At-Taubah ayat 103:

“Ambilah sedekah (zakat) dari harta mereka, dari zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka,” bermakna hanya Nabi yang berhak memungut zakat, karena beliaulah yang diperintahkan untuk memungut zakat.

Pandangan tersebut jelas keliru. Menyikapi hal itu, Abu Bakar mengambil kebijakan tegas dengan memerangi mereka. Bagi Abu Bakar mereka dianggap telah murtad. Pada awalnya, kebijakan Abu Bakar ini ditentang oleh Umar bin Khattab. Umar bin Khattab berpegang kepada hadis nabi yang menyatakan, “Saya diutus untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan kalimat La llahaillah”.

Bagi Umar, dengan masuk Islam yang dibuktikan dengan mengucapkan lafaz syahadat, sudah menjamin bahwa darah dan kekayaan seseorang berhak memperoleh perlindungan.

Akan tetapi Abu Bakat beragumen bahwa teks hadis di atas memberi syarat terjadinya perlindungan tersebut, yaitu, “kecuali bila terdapat kewajiban dalam darah dan kekayaan itu.”

Zakat adalah yang harus ditunaikan dalam kekayaan. Abu Bakar juga menganalogikan zakat dengan sholat, karena pentasyri’an keduanya memang sejajar. Argumen tersebut akhirnya dapat diterima oleh Umar.

Setelah dilakukan pembersihan terhadap semua pembangkang zakat, Abu Bakar pun memulai tugasnya dengan mendistribusikan dan mendayagunakan zakat bagi orang-orang yang berhak menerimanya, menurut cara yang dilakukan Rasullulah. Dia sendiri mengambil harta dari Baitul Mal menurut ukuran yang wajar dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, dan selebihnya dibelanjakan untuk persediaan bagi angkatan bersenjata yang berjuang di jalan Allah.

Dalam soal pendistribusian, Abu Bakar tidak membedakan antara terdahulu dan terkemudian masuk Islam. Sebab kesemuanya berhak memperoleh zakat apabila kondisi kehidupannya membutuhkan serta masuk dalam kelompok Asnaf penerima zakat yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 60.

Abu Bakar mendirikan Baitul Mal di San’ah, tempat yang terletak di daratan tinggi Madinah. Dia tidak mengangkat satu pun pengawal atau pegawai untuk mengawasinya. Bila ditanya mengapa tidak mengangkat penjaga, maka Abu Bakar menjawab. “Jangan takut, tidak ada sedikit pun harta yang tersesisa di dalamnya, semua telah habis dibagikan.”

 

b.     Masa Pemerintahan Umar bin Khottob

Pada masa Umar menjadi Khalifah, situasi jazirah Arab relatif lebih stabil dan tentram. Semua kabilah menyambut seruan zakat dengan sukarela. Umar melantik amil-amil untuk bertugas mengumpulkan zakat dari orang-orang dan kemudian mendistribusikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Sisa zakat itu kemudian diberikan kepada Khalifah.

Untuk mengelola wilayah yang semakin luas dan dengan persoalan yang kian kompleks, Umar kemudian membenahi struktur pemerintahannya dengan membentuk beberapa lembaga baru yang bersifat akseklusif-operasional, di antara lembaga baru yang Umar bentuk adalah Baitul Mal.

Kebijakan yang diterapkan oleh Umar dalam lembaga baitul mâl di antaranya adalah dengan mengklasifikasikan sumber pendapatan negara menjadi empat, yaitu:

Ø Pendapatan zakat dan `ushr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di baitul mâl pusat dan dibagikan kepada delapan ashnâf, seperti yang telah ditentukan dalam al-Qur`an.

Ø Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.

Ø Pendapatan kharâj, fai, jizyah, `ushr, dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.

Ø Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.

Klasifikasi sumber pendapatan negara di atas sangat penting untuk diterapkan dalam pemerintahan Islam. Salah satu tujuannya adalah agar suatu sumber pendapatan tidak tercampur dengan sumber pendapatan yang lain. Seperti zakat dan pajak. Redistribusi pendapatan hasil zakat, sudah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu kepada 8 golongan (ashnâf) yang berhak menerima zakat.

c.     Masa Khalifah Usman Bin Affan

Pengelolaan zakat pada periode Usman bin Affan pada dasarnya melanjutkan dasar-dasar kebijakan yang telah ditetapkan dan dikembangan oleh Umar bin Khattab.

Pada masa Usman kondisi ekonomi umat sangat makmur, bahkan diceritakan Usman sampai harus juga mengeluarkan zakat dari harta kharaz dan jizyah yang diterimanya. Harta zakat pada periode Usman mencapai rekor tertinggi dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Usman melantik Zaid bin Sabit untuk mengelola dana zakat.

Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan santunan serta memeberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn al-khattab.

Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya msiang-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.

 

d.     Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

Setelah diangkat sebagai khalifah Islam keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali ibn Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn al-Khattab.

Masa pemerintahan Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Sekalipun demikian, khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai  kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa pemerintahannya Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.

Kebijakan Ekonomi Ali Bin Ali Thallib antara lain :

Ø  Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.

Ø  Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar

Ø  Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan

Ø  Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap

Ø  Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.

 

-       Sejarah Perkembangan Zakat di Indonesia

Dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Barat pendahulu, zakat, terutama bagian sabilillahnya, merupakan sumber dana perjuangan ketika satu persatu tanah air kita dikuasai oleh penjajah Belanda.

Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat ini secara kualitatif, mulai meningkat pada tahun 1962. Pada tahun itu, pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 / 1968. Masing-masing tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal ( Balai Harta Kekayaan ) di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kotamadya. Setahun sebelumnya, yakni pada tahun 1967, pemeritah telah pula menyiapkan RUU zakat yang akan diajukan kepada DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Menteri Keuangan, pada waktu itu, dalam jawabannya kepada Menteri Agama, menyatakan bahwa peraturan mengenai zakat tidak perlu dituangkan dalam undang-undang, cukup dengan peraturan Menteri Agama saja. Karena pendapat itu, Menteri menunda pelaksanaan peraturan Menteri Agama No 4 dan No 5 Tahun 1968 tersebut di atas. Kemudian beberapa hari setelah itu, pada peringatan Isra’ dan Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968, Presiden Soeharto manganjurkan untuk menghimpun zakat secara sistematis dan terorganisasi seperti Badan Amil Zakat Nasional yang dipelopori oleh Pemerintah Daerah khusus Ibukota Jakarta.

Dengan di pelopori Pemerintah Daerah DKI Jaya yang pada waktu itu dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin, berdirilah di Ibukota ini Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (disingkat BAZIS ). Pada tahun 1968 yang terbentuk diberbagai daerah.

Dari lembaga yang telah ada, yang disebut di atas dapat ditarik beberapa pola, pola pertama adalah lembaga Amil yang membatasi dirinya hanya mengumpulkan zakat fitrah saja seperti yang terdapat di Jawa Barat. Pola kedua menitikberatkan kegiatannya pada pengumpulan zakat Mal atau zakat harta di tambah dengan Infak dan Shadaqah. Pola ketiga adalah lembaga yang kegiatannya meliputi semua jenis harta yang wajib di zakati yang dipunyai oleh seorang muslim.

 

3.     Apakah yang dimaksud dengan pajak itu ? Sebutkan perbedaan mendasar dari pajak dan zakat ? sebutkan peran zakat terhadap perekonomian? Sebutkan strategi pengembangan zakat ? sebutkan hambatan-hambatan dalam mengelola zakat ? Minimal 5

Jawab: Pengertian Pajak

Pengertian Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan demi pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara langsung.

Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.

-       Perbedaan Zakat dan Pajak

a.     Zakat adalah suatu kewajiban agama dan merupakan ibadah, sedangkan pajak adalah iuran yang diambil untuk mengumpulkan pendapatan negara.

  1. Zakat dipungut dari kaum muslim saja, sedangkan pajak dipungut dari seluruh warga negara bersangkutan tanpa memandang status sosial, kepercayaan, ataupun warna kulit.
  2. Zakat adalah tugas wajib kaum muslim yang harus dijalankan dalam segala keadaan dan sama sekali tidak boleh dikurangi, sedangkan pajak dapat dikurangi oleh pemerintah.
  3. Berbeda dengan pajak, sumber dan tarif zakat telah ditentukan Al Qur’an dan Sunnah, serta tidak dapat diubah dari waktu ke waktu sesuai dengan keperluan pemerintah dari negara.
  4. Jenis harta yang terkena zakat serta pihak-pihak yang berhak menerimanya sudah ditetapkan oleh Al Qur’an dan Sunnah. Adapun pembelanjaan pajak dapat saja dimodifikasi sesuai kebutuhan pemerintah.
  5. Zakat diterima dari orang kaya dan dibelanjakan untuk orang miskin serta yang membutuhkan, sedangkan pajak menguntungkan baik yang kaya maupun miskin; dan, dalam kondisi tertentu bahkan lebih menguntungkan orang kaya daripada orang miskin.
  6. Zakat dipungut dari total harta yang ada pada si pemilik selama setahun penuh (bukan dari penghasilan kotor).
  7. Pungutan zakat pada dasarnya bertujuan mencegah distribusi harta kekayaan yang tidak merata dan tidak adil dan pemusatan kekayaan, sedangkan pajak dipungut terutama untuk tujuan-tujuan pendapatan negara.

-       Peran Zakat terhadap Perekonomian

1.     Meningkatkan etika bisnis

Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang diperoleh dengan cara yang halal. Zakat memang menjadi pembersih harta, tetapi tidak membersihkan harta yang diperoleh secara batil. Maka hal ini akan mendorong pelaku usaha agar memperhatikan etika bisnis.

2.     Pemerataan pendapatan

Pengelolaan zakat yang baik, dan alokasi yang tepat sasaran akan mengakibatkan pemerataan pendapatan. Hal inilah yang dapat memecahkan permasalahan utama bangsa Indonesia (kemiskinan). Kemiskinan di Indonesia tidak terjadi karena sumber pangan yang kurang, tetapi distribusi bahan makanan itu yang tidak merata, sehingga banyak orang yang tidak memiliki kemudahan akses yang sama terhadap bahan pangan tersebut. Dengan zakat, distribusi pendapatan itu akan lebih merata dan tiap orang akan memiliki akses lebih terhadap distribusi pendapatan.

3.     Pengembangan sektor riil

Salah satu cara pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan memberikan bantuan modal usaha bagi para mustahiq. Pendistribusian zakat dengan cara ini akan memberikan dua efek yaitu meningkatkan penghasilan mustahiq dan juga akan berdampak pada ekonomi secara makro. Usaha yang dilakukan tersebut merupakan usaha yang meningkatkan sektor riil, menggerakkan pertumbuhan dan aktifitas perekonomian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan daya saing kompetitif dan komparatif suatu bangsa. Ukuran produktifitas suatu bangsa dapat dilihat dari kemampuan sektor riil-nya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.

4.     Sumber dana pembangunan

Banyak kaum dhuafa yang sangat sulit mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun sosial ekonomi. Lemahnya fasilitas ini akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum termarjinal. Kesehatan dan pendidikan merupakan modal dasar agar SDM yang dimiliki oleh suatu negara berkualitas tinggi.Peran dana zakat sebagai sumber dana pembangunan fasilitas kaum dhuafa akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan diharapkan akan memutus siklus kemiskinan antar generasi.

-       Strategi Pengembangan Zakat

1.     Membudayakan Kebiasaan Membayar Zakat

2.     Promosi melalui media informasi baik cetak maupun elektronik

3.     Gerakan membayar zakat serentak di setiap lembaga pemerintah melibatkan pemerintah dan masyarakat

4.     Inovasi dalam pengumpulan zakat

5.     Door to door ke rumah muzakki

6.     Perluasan Bentuk Penyaluran

7.     Sumber Daya Manusia yang Berkualitas

8.     manajemen yang profesional, akuntabel, amanah, dan memiliki integritas yang tinggi

9.     Reward kepada pengelola

10.  Fokus Dalam Program

11.  Cetak Biru Pengembangan Zakat

12.  Koordinasi setiap lembaga

-       Hambatan dalam Pengelolaan Zakat

1.     Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas

Pengelola zakat yang propesional minimal memiliki beberapa kriteria, (1) Amanah; (2) Manajerial Skills; (3) Ikhlas; (4) Leadership Skills; (5) Inovatif; (6) No Profit Motives

2.     Pemahaman fikih amil yang belum memadai. Mengakibatkan amil yang kurang sigap terhadap kasus.

3.     Rendahnya kesadaran masyarakat, karena kurangnya informasi dan keilmuan masyarakat ttentang agama.

4.     Teknologi yang digunakan belum memadai. Harapannya, dengan teknologi yang memadai dapat memudahkan muzakki dalam membayar zakat.

5.     Sistem informasi zakat yang belum terintegrasi antara lembaga dan muzakki yang mengurangi integritas lembaga.

Comments

Popular Posts