Kumpulan Pertanyaan tentang Ekonomi Makro Islam
1. Apakah yang dimaksud dengan zakat menurut bahasa dan istilahnya? bagaimana hukum zakat serta sebutkan 2 dalil dari nash Qur’an dan hadist yang mewajibkan tentang zakat? mengapa perintah zakat di dalam al-Qur’an sering diiringi dengan perintah mendirikan shalat, jelaskan menurut tafsir yang saudara baca?
Jawab: Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu az-zakat.
Zakat memiliki makna suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Sedangkan secara
istilah syara’ adalah nama suatu ibadah yang dilaksanakan dengan memberikan
sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak
menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam.
Hukum Zakat
Berdasarkan Ijma’, zakat hukumnya wajib.
Dalil
tentang Zakat
a.
Surat Al Baqarah ayat 43 :
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ
ٱلرَّٰكِعِينَ
Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang
ruku´
b.
Hadits:
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ) فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ
اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ
أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ,
وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ
Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan
didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka
zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Bukhari.
Meangapa kata zakat beriringan dengan kata sholat dalam surat
Al-baqarah ayat 43 diatas? karena keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan
lainnya seperti halnya kata Tho’at kepada Allah dan Tho’at kepada Rasul. Seseorang
yang shalatnya rajin selalu mengerjakan shalat tepat pada waktunya, tetapi
kalau dia mampu dalam segi harta dan enggan membayar zakat maka shalat orang
tersebut sia-sia.
2. Uraikan
secara jelas, asbabul nuzul perintah menunaikan zakat? sejarah perkembangan
zakat pada masa Rasulullah SAW hingga masa khulafaurrasyidin? Dan bagaimana
perkembangan zakat di Indonesia ?
Jawaba: Asbabun Nuzul Perintah Zakat
Dalam Q.S At-taubah ayat 103 yang berbunyi :
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ
تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ
لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah
dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka
pun mengakui dosa-dosanya. Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid,
hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengan firman Allah SWT, yang
diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka
tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan
dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Seraya berkata, “ Ya Rasulullah, inilah
harta benda kami yang merintangi kami untuk ikut berperang. Ambillah harta itu
dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami.”Kemudian setelah ayat
ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka. Nabi kemudian mengambil
sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka
sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.
-
Sejarah
Perkembangan Zakat masa Rasulullah
Dalam buku 125 Masalah Zakat karya Al-Furqon Hasbi disebutkan bahwa
awal Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, zakat belum dijalankan. Pada waktu
itu, Nabi SAW, para sahabatnya, dan segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam
Quraisy yang hijrah dari Makkah ke Madinah) masih disibukkan dengan cara
menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat baru
tersebut. Selain itu, tidak semua orang mempunyai perekonomian yang cukup. karena
semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Makkah. Meskipun kaum anshar (orang-orang Madinah
yang menyambut dan membantu Nabi dan para sahabatnya yang hijrah dari Makkah) telah
menyambut mereka dengan bantuan dan keramah-tamahan yang luar biasa. Mereka
tidak mau terlalu memebani kaum anshar. Itulah sebabnya mereka bekerja keras
demi kehidupan yang baik.
Keahlian orang-orang muhajirin adalah berdagang. Pada suatu hari,
Sa'ad bin Ar-Rabi' menawarkan hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, tetapi Abdurrahman
menolaknya. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sanalah ia mulai
berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak lama, berkat kecakapannya
berdagang, ia menjadi kaya kembali. Bahkan, sudah mempunyai kafilah-kafilah
yang pergi dan pulang membawa dagangannya.
Rasulullah SAW menyediakan bagi mereka yang kesulitan hidupnya
sebuah shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat tinggal mereka. Oleh
karena itu, mereka disebut Ahlush Shuffa (penghuni shuffa). Belanja (gaji) para
Ahlush Shuffa ini berasal dari harta kaum Muslimin, baik dari kalangan
muhajirin maupun anshar yang berkecukupan.
Setelah keadaan perekonomian kaum Muslimin mulai mapan dan
pelaksanaan tugas-tugas agama dijalankan secara berkesinambungan, pelaksanaan
zakat sesuai dengan hukumnya pun mulai dijalankan. Di Yatsrib (Madinah) inilah
Islam mulai menemukan kekuatannya.
-
Sejarah Perkembangan
Zakat Masa Khulafaurrasyidin
a. Masa Khalifah Abu Bakar Ashidiq
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada Khalifah
Abu Bakar Ashidiq. Di masa pemerintahan Abu Bakar, zakat dilakukan dengan
merujuk kepada cara-cara pengelolaan zakat yang dilakukan Rasulullah SAW.
Namun, persoalan baru muncul, ketika ada orang atau kelompok yang enggan
membayar zakat, di antaranya Musailamah Al-Kadzdzab dari Yamamah dan Sajah
Tulaihah.
Masalah ini berakar dari pemahaman sebagian umat Islam bahwa perintah zakat
yang tertuang dalam surat At-Taubah ayat 103:
“Ambilah sedekah (zakat) dari harta mereka, dari zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka,” bermakna hanya Nabi yang berhak memungut zakat, karena
beliaulah yang diperintahkan untuk memungut zakat.
Pandangan tersebut jelas keliru. Menyikapi hal itu, Abu Bakar mengambil
kebijakan tegas dengan memerangi mereka. Bagi Abu Bakar mereka dianggap telah
murtad. Pada awalnya, kebijakan Abu Bakar ini ditentang oleh Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab berpegang kepada hadis nabi yang menyatakan, “Saya diutus
untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan kalimat La llahaillah”.
Bagi Umar, dengan masuk Islam yang dibuktikan dengan mengucapkan lafaz
syahadat, sudah menjamin bahwa darah dan kekayaan seseorang berhak memperoleh
perlindungan.
Akan tetapi Abu Bakat beragumen bahwa teks hadis di atas memberi syarat
terjadinya perlindungan tersebut, yaitu, “kecuali
bila terdapat kewajiban dalam darah dan kekayaan itu.”
Zakat adalah yang harus ditunaikan dalam kekayaan. Abu Bakar juga
menganalogikan zakat dengan sholat, karena pentasyri’an keduanya memang
sejajar. Argumen tersebut akhirnya dapat diterima oleh Umar.
Setelah dilakukan pembersihan terhadap semua pembangkang zakat, Abu Bakar
pun memulai tugasnya dengan mendistribusikan dan mendayagunakan zakat bagi
orang-orang yang berhak menerimanya, menurut cara yang dilakukan Rasullulah.
Dia sendiri mengambil harta dari Baitul Mal menurut ukuran yang wajar dan
diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, dan selebihnya dibelanjakan
untuk persediaan bagi angkatan bersenjata yang berjuang di jalan Allah.
Dalam soal pendistribusian, Abu Bakar tidak membedakan antara terdahulu dan
terkemudian masuk Islam. Sebab kesemuanya berhak memperoleh zakat apabila
kondisi kehidupannya membutuhkan serta masuk dalam kelompok Asnaf penerima
zakat yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 60.
Abu Bakar mendirikan Baitul Mal di San’ah, tempat yang terletak di daratan
tinggi Madinah. Dia tidak mengangkat satu pun pengawal atau pegawai untuk
mengawasinya. Bila ditanya mengapa tidak mengangkat penjaga, maka Abu Bakar
menjawab. “Jangan takut, tidak ada
sedikit pun harta yang tersesisa di dalamnya, semua telah habis dibagikan.”
b. Masa Pemerintahan Umar bin Khottob
Pada masa Umar menjadi Khalifah, situasi jazirah Arab relatif lebih stabil
dan tentram. Semua kabilah menyambut seruan zakat dengan sukarela. Umar
melantik amil-amil untuk bertugas mengumpulkan zakat dari orang-orang dan
kemudian mendistribusikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Sisa zakat
itu kemudian diberikan kepada Khalifah.
Untuk mengelola wilayah yang semakin luas dan dengan persoalan yang kian kompleks,
Umar kemudian membenahi struktur pemerintahannya dengan membentuk beberapa
lembaga baru yang bersifat akseklusif-operasional, di antara lembaga baru yang
Umar bentuk adalah Baitul Mal.
Kebijakan yang diterapkan oleh Umar dalam lembaga baitul mâl di
antaranya adalah dengan mengklasifikasikan sumber pendapatan negara menjadi
empat, yaitu:
Ø Pendapatan zakat dan `ushr. Pendapatan ini didistribusikan di
tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di baitul
mâl pusat dan dibagikan kepada delapan ashnâf, seperti yang telah
ditentukan dalam al-Qur`an.
Ø Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada
fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah
ia seorang muslim atau bukan.
Ø Pendapatan kharâj, fai, jizyah, `ushr, dan sewa
tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan
serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan
sebagainya.
Ø Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja,
pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
Klasifikasi sumber pendapatan negara di atas sangat penting untuk
diterapkan dalam pemerintahan Islam. Salah satu tujuannya adalah agar suatu
sumber pendapatan tidak tercampur dengan sumber pendapatan yang lain. Seperti
zakat dan pajak. Redistribusi pendapatan hasil zakat, sudah ditentukan oleh
Allah dan Rasul-Nya, yaitu kepada 8 golongan (ashnâf) yang berhak
menerima zakat.
c. Masa Khalifah Usman Bin Affan
Pengelolaan zakat pada periode Usman bin Affan pada dasarnya melanjutkan
dasar-dasar kebijakan yang telah ditetapkan dan dikembangan oleh Umar bin
Khattab.
Pada masa Usman kondisi ekonomi umat sangat makmur, bahkan diceritakan
Usman sampai harus juga mengeluarkan zakat dari harta kharaz dan jizyah yang
diterimanya. Harta zakat pada periode Usman mencapai rekor tertinggi
dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Usman melantik Zaid bin Sabit untuk
mengelola dana zakat.
Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan
santunan serta memeberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang
berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi.
Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn
Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn al-khattab.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah utsman ibn Affan mendelegasikan
kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya msiang-masing.
Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah
dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul
zakat.
d. Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat sebagai khalifah Islam keempat oleh segenap kaum muslimin,
Ali ibn Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan
para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang telah
diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan
pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn
al-Khattab.
Masa pemerintahan Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama
enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Sekalipun
demikian, khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan
berbagai kebijakan yang mendorong
peningkatan kesejahteraan umat islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara
sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa
pemerintahannya Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil
hutan dan sayuran.
Kebijakan Ekonomi Ali Bin Ali Thallib antara lain :
Ø
Mengedepankan prinsip
pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
Ø
Menetapkan pajak
terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran
segar
Ø
Pembayaran gaji pegawai
dengan system mingguan
Ø
Melakukan kontrol pasar
dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap
Ø
Aturan konpensai bagi
para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.
-
Sejarah Perkembangan
Zakat di Indonesia
Dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Barat pendahulu,
zakat, terutama bagian sabilillahnya, merupakan sumber dana perjuangan ketika
satu persatu tanah air kita dikuasai oleh penjajah Belanda.
Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat ini secara kualitatif, mulai
meningkat pada tahun 1962. Pada tahun itu, pemerintah mengeluarkan peraturan
Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 / 1968. Masing-masing tentang pembentukan
Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal ( Balai Harta Kekayaan ) di tingkat
pusat, propinsi dan kabupaten/kotamadya. Setahun sebelumnya, yakni pada tahun
1967, pemeritah telah pula menyiapkan RUU zakat yang akan diajukan kepada DPR
untuk disahkan menjadi undang-undang. Menteri Keuangan, pada waktu itu, dalam
jawabannya kepada Menteri Agama, menyatakan bahwa peraturan mengenai zakat
tidak perlu dituangkan dalam undang-undang, cukup dengan peraturan Menteri
Agama saja. Karena pendapat itu, Menteri menunda pelaksanaan peraturan Menteri
Agama No 4 dan No 5 Tahun 1968 tersebut di atas. Kemudian beberapa hari setelah
itu, pada peringatan Isra’ dan Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968,
Presiden Soeharto manganjurkan untuk menghimpun zakat secara sistematis dan
terorganisasi seperti Badan Amil Zakat Nasional yang dipelopori oleh Pemerintah
Daerah khusus Ibukota Jakarta.
Dengan di pelopori Pemerintah Daerah DKI Jaya yang pada waktu itu dipimpin
oleh Gubernur Ali Sadikin, berdirilah di Ibukota ini Badan Amil Zakat, Infak
dan Sedekah (disingkat BAZIS ). Pada tahun 1968 yang terbentuk diberbagai
daerah.
Dari lembaga yang telah ada, yang disebut di atas dapat ditarik beberapa
pola, pola pertama adalah lembaga Amil yang membatasi dirinya hanya
mengumpulkan zakat fitrah saja seperti yang terdapat di Jawa Barat. Pola kedua
menitikberatkan kegiatannya pada pengumpulan zakat Mal atau zakat harta di
tambah dengan Infak dan Shadaqah. Pola ketiga adalah lembaga yang kegiatannya
meliputi semua jenis harta yang wajib di zakati yang dipunyai oleh seorang
muslim.
3. Apakah
yang dimaksud dengan pajak itu ? Sebutkan perbedaan mendasar dari pajak dan
zakat ? sebutkan peran zakat terhadap perekonomian? Sebutkan strategi
pengembangan zakat ? sebutkan hambatan-hambatan dalam mengelola zakat ? Minimal
5
Jawab: Pengertian Pajak
Pengertian
Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan
oleh pemerintah dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya
digunakan demi pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa
yang ditunjuk secara langsung.
Sedangkan dalam
Pasal 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh
orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.
-
Perbedaan Zakat
dan Pajak
a.
Zakat adalah suatu
kewajiban agama dan merupakan ibadah, sedangkan pajak adalah iuran yang diambil
untuk mengumpulkan pendapatan negara.
- Zakat dipungut
dari kaum muslim saja, sedangkan pajak dipungut dari seluruh warga negara
bersangkutan tanpa memandang status sosial, kepercayaan, ataupun warna
kulit.
- Zakat adalah tugas
wajib kaum muslim yang harus dijalankan dalam segala keadaan dan sama
sekali tidak boleh dikurangi, sedangkan pajak dapat dikurangi oleh
pemerintah.
- Berbeda dengan
pajak, sumber dan tarif zakat telah ditentukan Al Qur’an dan Sunnah, serta
tidak dapat diubah dari waktu ke waktu sesuai dengan keperluan pemerintah
dari negara.
- Jenis harta yang
terkena zakat serta pihak-pihak yang berhak menerimanya sudah ditetapkan
oleh Al Qur’an dan Sunnah. Adapun pembelanjaan pajak dapat saja
dimodifikasi sesuai kebutuhan pemerintah.
- Zakat diterima
dari orang kaya dan dibelanjakan untuk orang miskin serta yang
membutuhkan, sedangkan pajak menguntungkan baik yang kaya maupun miskin;
dan, dalam kondisi tertentu bahkan lebih menguntungkan orang kaya daripada
orang miskin.
- Zakat dipungut
dari total harta yang ada pada si pemilik selama setahun penuh (bukan dari
penghasilan kotor).
- Pungutan zakat
pada dasarnya bertujuan mencegah distribusi harta kekayaan yang tidak
merata dan tidak adil dan pemusatan kekayaan, sedangkan pajak
dipungut terutama untuk tujuan-tujuan pendapatan negara.
-
Peran Zakat terhadap
Perekonomian
1.
Meningkatkan etika
bisnis
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang diperoleh dengan cara yang halal.
Zakat memang menjadi pembersih harta, tetapi tidak membersihkan harta yang
diperoleh secara batil. Maka hal ini akan mendorong pelaku usaha agar
memperhatikan etika bisnis.
2.
Pemerataan pendapatan
Pengelolaan zakat yang baik, dan alokasi yang tepat sasaran akan
mengakibatkan pemerataan pendapatan. Hal inilah yang dapat memecahkan permasalahan
utama bangsa Indonesia (kemiskinan). Kemiskinan di Indonesia tidak terjadi
karena sumber pangan yang kurang, tetapi distribusi bahan makanan itu yang
tidak merata, sehingga banyak orang yang tidak memiliki kemudahan akses yang
sama terhadap bahan pangan tersebut. Dengan zakat, distribusi pendapatan itu
akan lebih merata dan tiap orang akan memiliki akses lebih terhadap distribusi
pendapatan.
3.
Pengembangan sektor
riil
Salah satu cara pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan memberikan
bantuan modal usaha bagi para mustahiq. Pendistribusian zakat dengan cara ini
akan memberikan dua efek yaitu meningkatkan penghasilan mustahiq dan juga akan
berdampak pada ekonomi secara makro. Usaha yang dilakukan tersebut merupakan
usaha yang meningkatkan sektor riil, menggerakkan pertumbuhan dan aktifitas
perekonomian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan daya saing kompetitif dan
komparatif suatu bangsa. Ukuran produktifitas suatu bangsa dapat dilihat dari
kemampuan sektor riil-nya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
4.
Sumber dana pembangunan
Banyak kaum dhuafa yang sangat sulit mendapatkan fasilitas kesehatan,
pendidikan, maupun sosial ekonomi. Lemahnya fasilitas ini akan sangat
berpengaruh dalam kehidupan kaum termarjinal. Kesehatan dan pendidikan merupakan
modal dasar agar SDM yang dimiliki oleh suatu negara berkualitas tinggi.Peran
dana zakat sebagai sumber dana pembangunan fasilitas kaum dhuafa akan mendorong
pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan
diharapkan akan memutus siklus kemiskinan antar generasi.
-
Strategi Pengembangan
Zakat
1. Membudayakan Kebiasaan Membayar Zakat
2. Promosi melalui media informasi baik cetak maupun elektronik
3. Gerakan membayar zakat serentak di setiap lembaga pemerintah melibatkan pemerintah
dan masyarakat
4. Inovasi dalam pengumpulan zakat
5. Door to door ke rumah muzakki
6. Perluasan Bentuk Penyaluran
7. Sumber Daya Manusia yang Berkualitas
8. manajemen yang profesional, akuntabel, amanah, dan memiliki integritas yang
tinggi
9. Reward kepada pengelola
10. Fokus Dalam Program
11. Cetak Biru Pengembangan Zakat
12. Koordinasi setiap lembaga
-
Hambatan dalam
Pengelolaan Zakat
1.
Minimnya sumber daya
manusia yang berkualitas
Pengelola zakat yang propesional minimal memiliki beberapa kriteria, (1)
Amanah; (2) Manajerial Skills; (3) Ikhlas; (4) Leadership Skills; (5) Inovatif;
(6) No Profit Motives
2.
Pemahaman fikih amil
yang belum memadai. Mengakibatkan amil yang kurang sigap terhadap kasus.
3.
Rendahnya kesadaran
masyarakat, karena kurangnya informasi dan keilmuan masyarakat ttentang agama.
4.
Teknologi yang
digunakan belum memadai. Harapannya, dengan teknologi yang memadai dapat
memudahkan muzakki dalam membayar zakat.
5.
Sistem informasi zakat
yang belum terintegrasi antara lembaga dan muzakki yang mengurangi integritas
lembaga.
Comments
Post a Comment
Thank You